Selasa 08 Mar 2022 14:15 WIB

Jabar Dibebani Sampah 24 Ribu Ton per Hari, Warga Diminta Selesaikan

Sumber sampah paling banyak di Jabar berasal dari rumah tangga

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Nur Aini
Warga membersihkan sampah di depan mural larangan buang sampah sembarangan di Serua, Depok, Jawa Barat, Jumat (4/3/2022). Mural dengan tema larangan buang sampah sembarangan tersebut diinisiasi oleh Komunitas Mural Art Serua sebagai media memberikan peringatan dan himbauan kepada warga untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan itu.
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warga membersihkan sampah di depan mural larangan buang sampah sembarangan di Serua, Depok, Jawa Barat, Jumat (4/3/2022). Mural dengan tema larangan buang sampah sembarangan tersebut diinisiasi oleh Komunitas Mural Art Serua sebagai media memberikan peringatan dan himbauan kepada warga untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan itu.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya mengatasi masalah persampahan lewat sejumlah terobosan. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat Prima Mayaningtyas, sampah di Jawa Barat masih menjadi persoalan pelik karena, tingginya produksi sampah.

"Soalnya dalam satu hari ada 24 ribu ton sampah ada di Jabar harus kita selesaikan. Sementara (target) pengurangan yang 30 persen di antaranya 2025 kenyataannya sekarang baru 5 sampai 10 persen yang bisa kurangi," ujar Prima dalam peringatan Hari peduli Sampah nasional (HPSN) 2022 di Bandung, Selasa (8/3/2022).

Baca Juga

Prima mengatakan, angka 24 ribu ton per hari harus segera diselesaikan, terutama dari sumbernya yang banyak berasal dari rumah tangga. Dari TPS Sarimukti saja, sampah Bandung Raya mencapai 2.000 ton per hari.

"Jadi kita tidak hanya memperingati HSN, tapi kita berharap kepedulian masyarakat untuk membantu menyelesaikan urusan sampah ini, kita yang produksi sampah kita juga yang menyelesaikan," katanya.

Prima berharap salah satu kepedulian masyarakat mengolah sampah dihadirkan dengan menggandeng bank sampah yang jumlahnya di Jabar terus bertambah.

"Sudah 1.616 bank sampah di Jabar menyelesaikan juga pemilahan sampah dan digunakan kembali," katanya.

Menurut Prima, keberadaan bank sampah bisa menghadirkan siklus ekonomi. Namun, karena warga di level RT belum berkoordinasi secara terpadu, dari 1.616 yang aktif hanya beberapa. Untungnya keberadaan bank sampah kini ditopang adanya sejumlah aplikasi digital pengelolaan sampah.

“Dari 1.616 belum semua aktif yah, ada up and down, ada yang sekarang timbul dan hilang. Kami kolaborasi dengan platform digital, ada Octopus, Greeny, Mysmah itu paling besar dan kita gunakan digital itu," katanya.

Prima berharap keberadaan bank sampah yang kini sudah terhimpun dalam Asosiasi Bank Sampah Indonesia bisa mengelola sampah hingga 30 persen. Saat ini, bank sampah baru sanggup mengelola 10-15 persen sampah.

"Kami sediakan bank sampah itu kalau bisa RT ada kordinasi dengan bank sampah setempat kita sudah sebar dan coba koordinasi dan apalagi ada aplikasi. Hanya saja siapa yang koordinasi," katanya.

Menurut Gubernur Jabar Ridwan Kamil, perlu ada perubahan paradigma pengelolaan sampah yang mengakar dan terpadu dari hulu ke hilir.

 "Agar dapat memberikan manfaat ekonomi, sumber daya dan lingkungan yang lebih sehat," katanya 

Dalam sambutan yang dibacakan Asisten Daerah Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Jabar Taufiq BS, gubernur mengatakan pertambahan jumlah penduduk, perubahan konsumsi masyarakat hingga pandemi Covid-19 membuat timbulan sampah di Jabar makin bertambah.

“Tahun 2020 jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 49,9 juta jiwa dengan timbulan sampah yang mencapai 24,790 juta ton per hari dengan komposisi sampah sisa makanan, plastik dan kertas karton,” katanya.

Sumber utama sampah plastik, menurutnya berasal dari kemasan (packaging) makanan dan minuman, kemasan consumer goods, kantong belanja, serta pembungkus barang lainnya.

“Dari total timbulan sampah plastik, yang telah didaur ulang diperkirakan baru 10-15 persen saja. Sisanya, sebanyak 60-70 perse  ditimbun di TPA dan 15-30 persen belum terkelola dan terbuang ke lingkungan,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement