Selasa 08 Mar 2022 03:12 WIB

RTH Kota Bandar Lampung Menyusut, Bukit Ditambang

Klausul total luas kawasan lindung saat ini hanya 22,69 persen.

Rep: Mursalin yasland/ Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung menyebutkan terjadi penyusutan area Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan aktivitas penambangan bukit-bukit di Kota Bandar Lampung. Hal tersebut terlihat dari isi revisi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung.

Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri mengatakan, saat ini masyarakat Kota Bandar Lampung dihadapkan pada revisi Perda RTRW Kota Bandar Lampung. Permasalahan dalam proses penyusunan revisi perda tersebut antara lain terkait klausul total luas kawasan lindung saat ini hanya 22,69 persen dari total luas daerah ini yang seharusnya 30 persen.

Baca Juga

Kemudian ia mengatakan, pada Raperda RTRW Kota Bandar Lampung dalam Pasal 22 huruf (b) yaitu kawasan hutan lindung Batu Srampog Register 17 di Kecamatan Panjang direncanakan ditetapkan sebagai kawasan perumahan.

“Hal ini merupakan sebuah kemunduran, alih-alih menambah luasan RTH yang saat ini diklaim 11,08 persen yang seharusnya RTH berada di angka 20 persen,” kata Irfan Tri Musri dalam keterangan persnya, Senin (7/3/2022).

Menurut dia, pada bagian lain masalah bukit-bukit Kota Bandar Lampung juga sampai dengan hari ini tidak ada upaya dalam penyelamatan wilayah bukit di Bandar Lampung. Aktivitas tambang dan alih fungsi bukit selama ini, semakin mengancam hilangnya bukit dan juga mengancam keselamatan warga Kota Bandar Lampung.

Walhi Lampung memaparkan hal itu dapat terlihat pada penambangan batu di Bukit Sukamenanti di Kelurahan Sukamenanti Baru, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung  yang masih berlangsung hingga saat ini. Di lokasi penambangan batu bukit yang diduga ilegal itu, masih berlangsung terpantau dua ekskavator dan dua truk engkel dipakai untuk memperlancar penambangan bukit. 

Menurut Irfan, penambangan bukit memang izinnya sekarang harus ke pusat tapi Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak bisa lepas tangan begitu saja dengan fenomena tersebut.

“Pemprov dan Pemkot harusnya ikut mengawasi dan jika berdampak buruk bagi masyarakat harus ditutup, apalagi tidak punya izin. Jangan juga status kepemilikan lahan dijadikan alasan pemkot tidak bisa menindak, ini tidak benar,” kata Irfan.

Walhi juga menyoroti klaim Pemkot Bandar Lampung yang berhasil mengurangi banjir dalam satu tahun kepemimpinan Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana. Menurut Irfan, pernyataan wali kota tersebut perlu dipertanyakan kebenarannya karena di Kota Bandar Lampung masih banyak lokasi rawan banjir.

Bahkan beberapa hari lalu, ia mengatakan terdapat belasan titik banjir dalam kota saat hujan turun. Yakni di Kecamatan Telukbetung Selatan, Telukbetung Timur, Kedamaian, Rajabasa, Sukarame, Sukabumi, Panjang, dan Bumi Waras terdapat belasan titik banjir.

“Tentunya pemerintah bisa menyampaikan klaim berhasil kurangi banjir dengan data dan upaya yang sudah dilakukan dan juga dengan perbandingan berapa kali dan di berapa titik banjir di tahun 2020 dan tahun 2021,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement