Jumat 04 Mar 2022 12:02 WIB

JK Bicara Wacana Penundaan Pemilu dan Potensi Terjadinya Keributan

JK mengingatkan elite politik untuk taat terhadap konstitusi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Mas Alamil Huda
Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengingatkan elite politik untuk taat terhadap konstitusi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengingatkan elite politik untuk taat terhadap konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengingatkan elite politik untuk taat terhadap konstitusi. Pernyataan JK tersebut berkaitan dengan usulan penundaaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 oleh beberapa elite politik.

JK mengatakan, konstitusi sudah mengamanatkan pemilihan umum digelar lima tahun sekali. Dia khawatir wacana penundaan Pemilu berujung masalah. Hal ini disebabkan adanya pihak yang ingin mengedepankan kepentingan sendiri.

Baca Juga

"Konstitusinya lima tahun sekali. Kalau tidak taat konstitusi maka negeri ini akan ribut," kata JK dikutip dari siaran persnya, usai menghadiri Mubes IKA Universitas Hasanuddin (Unhas) di Hotel Four Point Makassar, Jumat (4/3).

Mantan ketua umum Partai Golkar itu pun mengingatkan untuk berhati-hati terhadap wacana penundaan Pemilu 2024. JK menegaskan, memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden dan menunda Pemilu dari jadwal yang telah ditetapkan adalah melanggar konstitusi.

"Memperpanjang itu tidak sesuai dengan konstitusi. Kecuali kalau konstitusinya diubah," kata JK.

Meskipun dapat diubah, JK menilai, lebih baik semua pihak taat pada konstitusi. Sebab, JK mempertimbangkan riwayat bangsa Indonesia yang memiliki sejarah panjang tentang konflik.

"Kita terlalu punya konflik. Kita (harus) taat pada konstitusi. Itu saja," kata JK.

Usulan penundaan Pemilu 2024 mengemuka beberapa waktu terakhir. Usulan menunda pemilu awalnya muncul dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Usulan itu kemudian disusul dengan pernyataan dukungan dari Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan.

Selain itu, para elite partai DPR juga mewacanakan mengubah konstitusionalitas pemilu dan pembatasan masa jabatan presiden melalui rencana amendemen UUD 1945.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement