Jumat 25 Feb 2022 14:02 WIB

MK Tolak Permohonan Uji Materiil Presidential Threshold

MK menolak permohonan uji materiil presidential treshold

MK menolak permohonan uji materiil presidential treshold.
Foto:

Namun demikian terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam perkara ini yakni dari hakim konstitusi Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Saldi Isra. MK juga tidak menerima permohonan perkara 68/PUU-XIX/2021 tentang Penafsiran Presidential Threshold sebagai Open Legal Policy yang diajukan pemohon atas nama Bustami Zainudin dan Fachrul Razi terhadap Pasal 222 UU 7/2017.

Mahkamah menilai para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. MK menilai para tidak memiliki kerugian hak konstitusional dengan berlakunya ketentuan norma Pasal 222 UU 7/2017.

Begitu juga perkara dengan nomor 70/PUU-XIX/2021 tentang Presidential Threshold yang diajukan oleh mantan panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo). MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan karena Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian pasal 222 UU 7/2017.

MK mempertimbangkan putusan perkara 66/PUU-XIX/2021, bahwa pemohon telah mengetahui hasil hak pilihnya dalam pemilu legislatif tahun 2019 akan digunakan sebagai bagian persyaratan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024, hanya dapat diusulkan oleh partai politik. Sehingga tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon.

MK mempertimbangkan persoalan jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkontestasi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak berkorelasi dengan norma Pasal 222 UU 7/2017 karena norma tidak membatasi jumlah pasangan yang berhak mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. "Selain Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional dengan berlakunya norma Pasal 222 UU 7/2017, juga tidak terdapat hubungan sebab akibat norma a quo dengan hak konstitusional Pemohon sebagai pemilih dalam Pemilu," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.

Demikian pula perkara 5/PUU-XX/ 2022 tentang uji materi pasal 222 UU 7/2017 tentang Presidential Threshold yang diajukan seorang wiraswasta Lieus Sungkharisma, perkara nomor 6/PUU-XX/2022 uji materi Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Ambang batas pencalonan Presiden yang diajukan anggota DPD Tamsil Linrung, Edwin Pratama Putra, Fahira Idris, serta perkara nomor 7/PUU-XX/2022 uji materi pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang ambang batas Presidential Threshold dari ASN Sekretaris Jenderal DPD Ikhwan Mansyur Situmeang.

Terhadap tiga perkara tersebut, MK menyatakan tidak menerima permohonan para Pemohon karena tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji materi pasal 222 UU 7 Tahun 2017.

Dalam pertimbangan perkara yang diajukan pemohon sebagai anggota DPD, Mahkamah tidak menemukan adanya kerugian konstitusional para Pemohon dan tidak ada hubungan sebab akibat dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan para pemohon dalam menyerap aspirasi masyarakat daerah. "Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman.

MK Kabulkan Sebagian Uji Materi UU tentang Jaminan Fidusia

MK memutus perkara nomor 71/PUU-XIX/2021 tentang Perkara Pengujian materiil Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam pengucapan putusan, MK mengabulkan sebagian pengujian pasal 30 UU 42/1999 yang diajukan pemohon atas nama Johanes Halim dan Syilfani Lovatta Halim.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman.

MK juga menyatakan frasa 'pihak yang berwenang' dalam penjelasan Pasal 30 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pengadilan negeri.

"Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Hakim  Konstitusi Anwar Usman.

Dalam pertimbangannya, dalil para Pemohon berkenaan penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan menghilangkan hak perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan martabat adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian. Sedangkan dalil tentang Pasal 30 UU 42/1999 telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan menghilangkan hak perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan martabat adalah tidak beralasan menurut hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement