REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus 3.317 perkara sejak 2003 hingga 2021 dari perkara yang teregristasi sebanyak 3.341 perkara. Ketua MK Anwar Usman saat menyampaikan Laporan Tahunan MK 2021 merinci, perkara yang teregistrasi terbanyak adalah pengujian undang-undang (PUU) 1.501 perkara, disusul 1.135 perkara pemilihan kepala daerah (PHP Kada), 676 perkara Pemilu, dan 29 perkara sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN).
"Dari jumlah tersebut, 3.317 perkara, telah diputus. Artinya, sampai dengan akhir tahun 2021, terdapat 24 perkara, masih dalam proses pemeriksaan," kata Anwar dalam sambutannya di Ruang Sidang MK, Kamis (10/2).
Anwar melanjutkan, khusus untuk penanganan perkara pada 2021, MK menangani sebanyak 277 perkara dengan tiga jenis kewenangan yakni 121 perkara PUU, tiga perkara SKLN dan 153 perkara PHP Kada. Dari 277 perkara tersebut, sebanyak 253 perkara telah diputus dengan rincian 99 putusan perkara PUU, tiga perkara SKLN dan 151 putusan PHP Kada.
Sementara hingga akhir 2021, masih terdapat 22 perkata PUU yang masih dalam proses pemeriksaan. Anwar mengungkapkan, dari 121 perkara PUU yang teregister pada 2021, sebanyak 71 perkara diregistrasi pada 2021 ditambah dengan 50 perkara yang diregistrasi pada tahun sebelumnya.
"Dari 121 perkara, MK telah mengutus sebanyak 99 perkara. Dengan jumlah ini, artinya MK telah menyelesaikan sejumlah 81,82 persen dari keseluruhan perkara di tahun 2021 dan 22 perkara atau setara dengan 18,8 persen masih dalam proses pemeriksaan," kata Anwar.
Ia mengatakan, rata-rata waktu penyelesaian perkara PUU dan SKLN berdasarkan jangka waktu penyelesaian pada 2021 adalah 2,97 bulan per perkara. Namun, yang perlu menjadi catatan adalah pada Januari-April 2021, MK fokus menyelesaikan perkara Pilkada yang waktu penyelesaiannya dibatasi yaitu 45 hari kerja, sejak permohonan diregistrasi.
Karena itu, persidangan perkara PUU dan SKLN disesuaikan dengan penyelesaian perkara PHP Kada. Hal ini mengacu ketentuan MK memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengujian undang-undang, setelah selesai memutus perkara perselisihan hasil pilkada serentak, yaitu pada bulan Mei hingga Desember 2021 atau dalam kurun waktu delapan bulan.
Kendati demikian, Anwar mengatakan, MK mampu menyelesaikan perkara PUU dan PHP Kada dengan rata-rata waktu yang relatif singkat.
"Penting untuk diketahui, meskipun perkara PUU dan perkara SKLN tidak diatur secara limitasi jangka waktu penyelesaiannya, MK mengupayakan dengan sungguh-sungguh agar semua perkara dapat segera diselesaikan. Jangka waktu penyelesaian sebuah perkara tidak hanya bergantung pada MK semata melainkan bergantung pula pada para pihak yang berperkara," kata Anwar.
Anwar mengungkapkan, berdasarkan 48 permohonan uji perkara PUU yang masuk ke MK pada 2021, undang-undang yang paling sering diuji yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) sebanyak sembilan kali.
Kemudian, Kitab Undang-undang Hukum Pidana(KUHP) yang diuji empat kali dan Undang-undang nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang masing-masing diuji sebanyak tiga kali.
Sementara untuk perkara Pilkada tahun 2020 yang diputus MK pada 2021, MK menerima permohonan baik secara online daripada datang langsung ke MK. Dari jumlah permohonan tersebut , MK meregristasi 153 perkara dengan rincian: Sembilan perkara pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 130 perkara pemilihan bupati dan wakil bupati termasuk dua perkara Kabupaten Yalimo Papua yang diregistrasi pada 21 Desember 2021 dan telah diputus pada 25 Januari 2022, dan 14 pemilihan walikota dan wakil walikota.
Realisasi anggaran MK
Selain perkara, Anwar juga mengungkap laporan anggaran MK pada tahun 2021 yakni dari pagu anggaran MK sebesar Rp 313.481.301.000, dialokasikan untuk dua program yaitu program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya sebesar Rp 177.052.036.000, dan program penanganan perkara konstitusi sebesar Rp 136.429.265.000.
Dari pagu anggaran tersebut, terealisasi anggaran sampai dengan akhir tahun 2021 sebesar Rp 310.160.668.082 atau equivalen dengan 98, 94 persen.
Anwar mengungkapkan, dalam konteks pengelolaan anggaran pada tahun 2021, MK juga kembali memperoleh penghargaan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan tahun anggaran 2020. Ini membuat MK selama 15 tahun berturut-turut sejak 2006 mendapatkan dan mempertahankan opini WTP.
"Hal ini merupakan prestasi dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, pada tahun 2021 MK juga menerima sejumlah penghargaan," kata Anwar.
Penghargaan itu di antaranya: Anugerah Keterbukaan Informasi Publik dari Komisi informasi Pusat sebagai badan publik kategori informatif; dua penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai penyelenggara pelayanan publik kategori sangat baik; Predikat sangat baik sistem merit dari KASN; predikat wilayah bebas dari korupsi atau WBK untuk pusat teknologi informasi komunikasi dan pusat pendidikan Pancasila dan konstitusi.
Karena itu, Anwar berharap capaian MK pada 2021 menjadi titik tolak untuk MK dapat meningkat. Apalagi, sampai dengan akhir Januari 2022, MK telah meregistrasi 16 perkara (PUU) yang menjadi indikator potensi meningkatnya jumlah perkara yang akan ditangani MK pada tahun 2022.
Karena itu, ia menilai manajemen dan tata kelola perkara dan persidangan MK terus ditingkatkan kualitas dan kecepatan kinerjanya sesuai dengan tranformasi digital.
Pesiapan menyongsong Pemilu Serentak 2024
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menegaskan, menyongsong momentum pemilu serentak 2024, MK akan melakukan persiapan dalam berbagai aspek, yang kiranya akan jauh lebih optimal jika dimulai sejak tahun 2022 ini. Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai serta mencukupi, harus dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kelancaran penanganan perkara, perselisihan hasil pemilihan umum serentak.
Selain itu, hal ini berkenaan dengan momentum pemilu serentak 2024. "MK akan melakukan persiapan dalam berbagai aspek, yang kiranya akan jauh lebih optimal jika dimulai sejak tahun 2022 ini. Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai serta mencukupi, harus dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kelancaran penanganan perkara, perselisihan hasil pemilihan umum serentak," kata Anwar.
Presiden Joko Widodo dalam sambutannya juga mengapresiasi MK yang memanfaatkan masa pandemi untuk mempercepat transformasi, beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan beralih kepada peradilan digital. Presiden Jokowi menilai, semangat MK ini bukan hanya untuk memberi pelayanan lebih baik kepada masyarakat tetapi juga memudahkan akses bagi para pencari keadilan untuk memastikan tetap tegaknya hukum dan terjaganya kepentingan kemanusiaan.
"Saya yakin dan percaya dengan transformasi yang dilakukan MK akan menemukan momentum, menyiapkan langkah lebar untuk melakukan lompatan kemajuan, mengukuhkan peran sebagai pengawal dan penjaga konsitusi," kata Presiden.
Menurutnya, dalam dua tahun ini dinamika berkonstitusi cukup dinamis. Ini juga membuat banyak negara memutuskan untuk mengambil langkah dan tindakan luar biasa atau ekstra ordinary untuk merespons situasi krisis akibat pandemi Covid-19.
"Inilah tantangan dan sekaligus ujian nyata dalam praktik berkonstitusi. Situasi krisis telah memaksa pemerintah harus mengambil respons yang cepat dan tepat, menghadirkan cara-cara yg lebih fleksibel dan lebih responsif dengan menempatkan keselamatan rakyat menjadi prioritas utama," katanya.