REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, meminta masyarakat mewaspadai terjadinya kekerasan berbasis gender online (KBGO). Dia menyebut, semua orang bisa menjadi korban KBGO, termasuk perempuan, anak dan kaum rentan lainnya.
"Modus dan tipe KBGO pun beragam, mulai dari cyber grooming, pelecehan online, peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi, pencemaran nama baik, dan lain sebagainya," kata Menteri PPPA melalui siaran pers di Jakarta, Senin (21/2/2022).
Menurut dia, perkembangan teknologi yang semakin canggih serta masifnya penggunaan media sosial dapat menghadirkan bentuk baru kekerasan berbasis gender, salah satunya adalah KBGO. Pihaknya menegaskan sama seperti kasus kekerasan di luar ranah daring, KBGO juga menimbulkan berbagai dampak negatif.
"Korban ataupun penyintas akan mengalami dampak yang berbeda satu dengan lainnya, seperti kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, hingga keterbatasan dalam berpartisipasi dalam ruang online maupun offline," ujarnya.
Berdasarkan data laporan tahunan Komnas Perempuan, selama tahun 2020 terdapat 940 laporan kasus KBGO. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 241 kasus.
Dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), terdapat salah satu pasal yang mengatur hukuman pemberatan apabila kekerasan seksual dilakukan di ranah daring. "Ini adalah wujud kehadiran negara dalam melindungi perempuan, anak dan kelompok rentan dari kekerasan seksual apapun dan di mana pun," kata dia.
Pihaknya pun menekankan pentingnya perlindungan privasi online untuk mencegah terjadinya KBGO. "Namun bila seseorang sudah menjadi korban KBGO, segera dokumentasikan hal yang terjadi secara detail dan sesuai dengan kronologis untuk membantu proses pelaporan. Segeralah mencari bantuan. Masyarakat dapat menghubungi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) Kemen PPPA melalui Call Center 129 atau Whatsapp 08111-129-129," jelasnya.