REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Perajin tempe di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, meminta pemerintah dapat menstabilkan harga kedelai impor sehingga produksi berjalan dan bisa meraup keuntungan. "Kami sekarang usaha hanya bisa bertahan hidup saja karena harga kedelai melambung," kata Sutari (45) seorang perajin tempe di Kampung Mawar Kabupaten Lebak, Sabtu (19/2/2022).
Perajin tempe saat ini merasa terpukul dengan melonjaknya harga kedelai di pasaran sehingga berdampak terhadap pendapatan. Bahkan, di antaranya mereka perajin tidak produksi.
Dalam satu bulan terakhir ini, kata dia, terhitung hampir setiap hari terjadi kenaikan. Saat ini, harga kedelai sudah menembus Rp560 ribu per 50 karung, padahal, sebelumnya di pasaran Rp300 ribu per 50 karung.
Dengan demikian, kini kondisi kedelai perajin tempe terancam gulung tikar. Selama ini, ia setiap hari produksi tempe sebanyak 150 kilogram dengan modal Rp1,7 juta, tetapi keuntungan paling bantar Rp250 ribu.
Keuntungan sebesar itu masih kotor karena belum ditambah biaya beli kayu bakar. Sebelumnya, kata dia, harga kedelai belum naik dari produksi 150 kg itu dengan modal Rp900 ribu bisa meraup keuntungan Rp500 ribu.
"Kita bersih menerima keuntungan Rp250 ribu per hari, " katanya menjelaskan.
Kenaikan kedelai itu tentu perajin satu sisi tidak bisa menaikkan harga kepada pelanggannya, terlebih pelanggannya itu pedagang baluk sayur. Sedangkan, kata dia, sisi lainnya harga kedelai naik hampir dua kali lipat.
Selama ini, para perajin tempe di Kabupaten Lebak untuk mendapatkan pasokan kedelai melalui tiga agen besar dan mereka menjual kedelai tanpa disubsidi, sehingga wajar jika kedelai hampir setiap hari mengalami kenaikan. Karena itu, perajin tempe Kabupaten Lebak meminta pemerintah agar perajin tahu tempe kembali membentuk Koperasi Tahu Tempe (Kopti) seperti tahun 1980-an, sehingga harga kedelai disubsidi.
"Dulu perajin tempe cukup sejahtera ketika ada Kopti, selain harga kedelai stabil juga mendapatkan bonus haji ke Tanah Suci Mekkah," kata Sutari.
Begitu juga perajin tempe lainnya, Satari (50) mengaku dirinya kebingungan usai harga kedelai melambung, sehingga jual rugi untuk melayani pelanggannya yang kebanyakan pedagang baluk. "Jika harga kedelai itu tidak dikendalikan dipastikan menghentikan produksi, " katanya menjelaskan.
Sementara itu, Ketua Perajin Tahu Tempe Kabupaten Lebak Liri mengatakan saat ini harga kedelai impor melambung dan perlu pemerintah turun tangan untuk mengatasi lonjakan harga kedelai. Sebab, perajin tahu tempe di Kabupaten Lebak sekitar 450 unit usaha mereka khawatir tidak produksi akibat kenaikan kedelai tersebut.
Bahkan, Puskopti Jabotabek, termasuk Banten pada tanggal 21-23 Februari 2022 akan melakukan mogok secara nasional. "Kami ingin harga kedelai kembali normal dan mereka perajin bisa mengembangkan usahanya, " katanya.