REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PDI Perjuangan (PDIP) terus menggelorakan cinta terhadap kebudayaan Nusantara seperti dipesankan oleh Bapak Pendiri Bangsa, Proklamator RI Soekarno. Melalui Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP, PDIP menggelar Pagelaran Wayang Kulit "Semar Mbangun Kahyangan" - Indonesia Berkepribadian dalam Kebudayaan.
Acara itu digelar secara hybrid dari Pendopo Agung Sanggar Madangkara di Jawa Tengah dan Kantor BKNP PDIP di Jakarta Pusat, Sabtu (19/2/2022) malam. Ditayangkan melalui akun resmi Youtube @bknppdiperjuangan. Karya itu dipentaskan oleh dalang Ki Cahyo Kuntadi, dan disertai hiburan dari Cak Yudho dan Andhik TB. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian acara HUT PDI Perjuangan ke-49.
"Selamat menikmati wayang kulit ini. Mari kita gelorakan apa yang disampaikan oleh Bung Karno, cintailah kebudayaan Nusantara, wujudkan Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan," kata Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hasto tak lupa menyampaikan pesan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
"Bahwa melalui wayang kulit ini kita bisa belajar tentang falsafah kehidupan, kita bisa melihat bagaimana berbagai bentuk pertarungan antara kebenaran dan angkara murka itu terjadi, dan disitulah sebenarnya tugas bagi seluruh kader-kader PDI Perjuangan untuk mendorong agar kekuatan kebenaran ini dapat memenangkan angkara murka," urai Hasto.
Perlunya menjaga kebudayaan Nusantara itu bahkan bisa ditiru lewat Sunan Kalijaga yang menunjukkan bagaimana arti penting wayang dalam syiar Islam.
Menurut Hasto, wayang juga cermin dari seluruh peradaban Nusantara yang mengangkat nilai-nilai luhur suatu tatanan kehidupan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
"Dan, dari wayang juga kita bisa belajar tugas ksatria didalam memperjuangkan kebenaran," imbuh Hasto.
Lebih jauh, Hasto mengatakan bahwa dunia politik tak lepas begitu saja dari seni dan budaya, semisal wayang ini. Misalnya, dalam lakon 'Semar Mbangun Kahyangan' yang ditampilkan, mengungkapkan bahwa sejatinya politik itu juga membangun kahyangan (surga, red).
Sehingga lewat lakon itu, politisi bisa melakukan refleksi bahwa dalam berpolitik itu harus bertujuan untuk menghadirkan ketenteraman serta keharmonian alam raya.
"Ini soal ilmu kebatinan yang memperkuat dan menjadi landasan spiritual seorang pemimpin, agar pemimpin mampu bertindak dengan kejernihan hati dan pikiran, khususnya di dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting yang seharusnya ditujukan bagi kepentingan rakyat, bangsa dan negara," kata Hasto.
"Semoga kita dapat menangkap saripati dari keseluruhan cerita. Kita mencari makna cerita itu dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari bahwa perjuangan untuk membawa kebaikan, untuk untuk berpihak pada Wong Cilik," pungkasnya.