REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membantah tudingan yang menyebut skema subsidi silang antar program jaminan sosial untuk pendanaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) melanggar peraturan. Sebab, subsidi silang diperbolehkan untuk program JKP, sebagaimana diatur oleh UU Cipta Kerja.
"Rekomposisi atau subsidi silang untuk dana JKP itu tidak melanggar aturan," kata Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari kepada Republika, Kamis (17/2/2022).
Dita menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan merupakan aturan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). UU Cipta Kerja memuat pasal yang memperbolehkan subsidi silang untuk program JKP.
PP 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP menyatakan, dana JKP besarannya 0,46 persen dari upah pekerja. Sebanyak 0,22 persen di antaranya dibayar pemerintah, sedangkan sisanya 0,24 berasal dari rekomposisi dana Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Keberadaan UU Cipta Kerja ini lantas merevisi berbagai aturan yang muncul sebelumnya, termasuk pasal larangan subsidi silang dalam UU BPJS. "Karena ada prinsip hukum lex posterior derogat lex prior atau UU yang baru otomatis menghapus/mengesampingkan aturan lama yang tidak sesuai dengan UU baru itu," kata Dita.
Dita menambahkan, PP 37/2021 juga sah berlaku karena keluar pada Februari 2021, sebelum UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat pada November 2021. "Seluruh PP dan Permenaker turunan dari UU Cipta Kerja sudah keluar sebelum ada putusan MK. Jadi kita tidak membuat kebijakan baru apapun yang strategis pascaputusan MK," kata Dita.
Sebelumnya, menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), rekomposisi atau subsidi silang antar program jaminan sosial dilarang oleh UU 4/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bahkan, UU itu menyatakan ada sanksi pidana bagi pihak yang melanggar larangan tersebut.