REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, heran dengan rencana wilayah tambang di Wadas, Purwprejo. Padahal di luar sudah ada lima perusahaan tambang yang sudah beroperasi di luar wilayah Desa Wadas.
"Kenapa tiba-tiba di dalam AMDAL yang dikeluarkan oleh kementerian PU PR Desa Wadas menjadi tempat pengambilan bahan material atau bahan baku untuk konstruksi fisik Bendungan bener. Tentu saja warga di Desa Wadas tersebut akhirnya menolak,” kata Nasir dalam diskusi Kedai Kopi, bertajuk 'Wadas, Panggilan Kemanusiaan dalam Pembangunan', Selasa (15/2/2022).
Walaupun ada masyarakat yang menyetujui, menurut Nasir, jumlah mereka jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang menolak. Anehnya, kata Nasir, mereka yang pro atau menyetujui lahannya diambil untuk lokasi pertambangan quarry, hingga saat jni pun belum mendapatkan informasi pasti tentang berapa besaran ganti rugi yang akan diterima.
"Bayangkan mereka yang setuju saja ya sampai hari ini masih kabur yang terkait dengan kompensasi yang akan mereka terima," imbuhnya.
Selain soal permainan hukum, lokasi penambangan quarry yang berubah dan tidak jelasnya kompensasi, Nasir juga mengaku heran dengan aparat kepolisian yang mengerahkan ratusan aparat saat akan melakukan pengukuran di lahan warga yang setuju diambil alih.
Diungkapkan dia, Komisi III DPR RI sebenarnya hadir ke sana, ingin melihat kenapa rombongan 250 personil polisi sehari sebelumnya mendatangi Desa Wadas. "Apalagi ada tindakan-tindakan di luar prosedur yang dilakukan oleh aparat kepolisian di sana, melakukan penangkapan dan penahanan tanpa diketahui apa alasan-alasannya," terang dia.
Nasir mengakui kedatangan polisi memang dalam rangka mengamankan pekerjaan pengukuran lahan warga yang setuju dialihkan. Namun menurut dia, tidak perlu hingga jumlahnya rombongan 250 orang, apalagi hingga melakukan kekerasan dan penangkapan warga.
"Kedatangan Polisi ke sana dan yang kemudian menimbulkan kejadian-kejadian yang dinilai di luar prosedural. Tentu kami akan bertanya ada ancaman apa sehingga ratusan polisi yang dikerahkan ke sana. Apakah memang ada ancaman yang sangat besar yang ada di desa Wadas sehingga kemudian perlu menurunkan polisi sebanyak itu," tegasnya.
Karena itu, imbuh dia, Komisi III DPR berharap pemprov Jateng, Polda Jateng dan pemerintah pusat dalam hal ini Kemen PU PR dan Kementerian ATR BPN bisa mencari solusi agar konflik yang terjadi sebelumnya tidak kembali terulang. Karena ia mengakui, Komisi III mendapat fakta informasi terkait perilaku tindakan aparat di lapangan yang telah melakukan pelanggaran dan aksi kekerasan yang seharusnya hal itu tidak boleh terjadi.