Senin 14 Feb 2022 08:53 WIB

Mengapa Polisi Mudah Labelisasi Hoaks di Insiden Wadas?

AJI meminta pemerintah tidak mudah melabelisasi hoaks terhadap insiden Wadas.

Rep: Ali Mansur/Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah warga yang sempat ditahan polisi tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener.
Foto:

Saat itu, warga masih bingung mereka ingin ke Wadas atau ada keperluan lain. Salah satu warga yang menghubungi Polres Purworejo, mendapatkan jawaban jika mereka cuma ingin kunjungan ke Purworejo, tidak ada informasi mengukur tanah.

Pada Senin pagi, beberapa warga melihat polisi yang patroli di desa-desa tetangga sekitar Desa Wadas. Sebab, pos-pos polisi tidak pernah ada di Desa wadas, mereka rapat di luar Desa Wadas dan rumah-rumah makelar yang ada di dekat Desa Wadas.

Ia menekankan, mereka tidak ada kepentingan di Desa Wadas. Hanya ada beberapa warganya yang mempunyai tanah di Wadas, tapi sangat sedikit, tidak sampai 20-30 orang. Setelah itu, warga Desa Wadas tiba-tiba diminta kumpul di Masjid Krajan.

Sumber, https://www.republika.co.id/berita/r72t83377/polisi-kategorikan-berita-aparat-kepung-masjid-di-wadas-sebagai-hoaks-part1.

Jadi, warga secara spontan kumpul di Masjid Krajan dan sekitar 10.00 WIB Polisi masuk ke Wadas. Awalnya, yang masuk ke Wadas Brimob-Brimob membawa senjata dan motor, melepaskan poster-poster penolakan penggusuran di sekitar Desa Wadas.

Setelah itu, polisi bersenjata lengkap membawa tameng, kemudian orang-orang BPN dan disusul orang-orang yang pro pengukuran. Di pos-pos sendiri, ibu-ibu memang biasa berkumpul untuk mengolah bambu apus menjadi kerajinan besek untuk dijual.

"Alatnya golok untuk belah bambu, pisau untuk menyirat, gergaji untuk memotong bambu, itu diambil semua sama polisi. Polisi menganggap warga membawa senjata tajam," ujar Siswanto.

Padahal, dari pagi ibu-ibu sudah mengerjakan itu, tapi karena diminta kumpul ke Masjid Krajan alat-alat itu ditinggalkan. Sekitar 11.00 WIB, polisi mendatangi Masjid Krajan dengan kemungkinan jumlah ratusan karena seisi jalan sampai penuh.

Sampai pada waktu Zhuhur, Polisi mengaku ingin shalat Zhuhur dan mengajak warga untuk mengambil air wudhu. Setelah ke luar, ternyata warga langsung dimasukkan ke mobil-mobil polisi. Siswanto menegaskan, tidak ada ricuh apalagi provokasi.

Sebab, ia menambahkan, warga Desa Wadas yang dibawa yang sedang duduk-duduk, mujahadah, tapi tiba-tiba ditarik dimasukkan ke mobil-mobil polisi. Siswanto menilai, jika ada warga yang berontak sangat lumrah karena tiba-tiba ditangkap.

"Jadi, kalau dibilang warga membawa senjata tajam, warga melakukan provokasi, ya tidak ada, orang sedang mujahadah, tidak ada," kata Siswanto kepada wartawan Republika.co.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement