Ahad 13 Feb 2022 15:41 WIB

Pakar Hukum: Ada Keanehan dalam Konflik di Desa Wadas

Keanehan karena pembangunan bendungan dipaketkan dengan penambangan di Desa Wadas.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
Anggota Polisi berjaga saat warga yang sempat ditahan tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener.
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Anggota Polisi berjaga saat warga yang sempat ditahan tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menolak penambangan batu andesit. Sebab, penambangan tersebut tidak cuma mengancam keberadaan mata air di daerah tersebut.

Pakar hukum agraria UGM, Dr Rikardo Simarmata mengatakan, terdapat keanehan dari penambangan di Desa Wadas. Pasalnya, kegiatan pembangunan Bendungan Bener yang masuk kategori kepentingan umum dipaketkan kegiatan pengambilan batu andesit.

Baca Juga

Yang mana, merupakan usaha pertambangan dan karena itu tidak masuk dalam kategori kepentingan umum. Ia menuturkan, pemaketan ini memang bisa membuat kegiatan pengukuran dalam rangka pengadaan tanah di lokasi tambang jadi legal.

"Tapi, apakah dengan hak pakai yang dimilikinya Kementerian PUPR berwenang mengambil bebatuan yang terdapat di bawah tanahnya," kata Rikardo, Jumat (11/2).

Ia berpendapat, boleh jadi strategi pemaketan dan penyatuan ini didesak status sebagai proyek strategis nasional (PSN). Umumnya, kalangan birokrat dan penegak hukum mempersepsikan PSN sesuatu yang tidak boleh ditawar dan harus dijadikan. 

Menurut Rikardo, dengan persepsi seperti itu dapat membuat peraturan perundangan mengenai PSN dan pelaksanaanya bersifat instrumental. Akibatnya, tidak lain melupakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang dikenal dalam hukum pertanahan.

Terkait penyelesaian masalah oleh pemerintah dengan mengerahkan aparat keamanan dalam pembebasan lahan, Rikardo melihat, terlepas keabsahan kegiatan pengukuran, penanganan kelompok masyarakat yang menolaknya tidak boleh bersifat represif.

Maka itu, ia turut menyayangkan, bila sampai terjadi tindakan represi yang tidak sesuai ketentuan hukum acara pidana. Sebab, penyelesaian dengan upaya-upaya lain sangat bisa ditempuh untuk mencegah kelompok yang menolak pembebasan lahan.

"Misalnya, seperti menghadapi demonstran dengan cara memblokade yang tidak berakhir dengan kekerasan seperti penangkapan," ujar Rikardo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement