REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemihan umum serentak untuk presiden, legislatif, dan kepala daerah akan digelar pada 2024. Sejumlah kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 harus digantikan penjabat (Pj) kepala daerah. Di Jawa Barat, ada 20 daerah yang akan dijabat oleh Pj.
Jabar merupakan basis massa yang banyak karena penduduknya juga memang terbesar di Indonesia. Tidak sedikit yang menduga jika Pj yang ditunjuk akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam konstelasi pilkada.
Hal tersebut mengemuka dalam seminar bertajuk “Legitimasi dan Implikasi Penetapan 20 Pj Kepala Daerah di Jawa Barat” yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan, Sabtu (12/2/2022). Kegiatan ini menghadirkan narasumber Kasubdit II FKDH Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Plt Wali Kota Bandung Yana Mulyana, Kepala Kesbangpol Jabar Iip Hidayat, Guru Besar Administrasi Publik Unpas Prof Dr Benyamin Harits, Pakar Kebijakan Publik dan Direktur Riset IPRC Leo Agustino, serta Ketua KASN dan IAPA Pusat Agus Pramusinto.
Menurut Pakar Politik Unpad, Muradi, yang harus diantisipasi dalam penunjukan Pj adalah SDM-nya. Karena di Jabar Pj yang akan ditunjuk cukup banyak, untuk bupati dan wali kota ada 19 orang.
"Jangan sampai nantinya, SDM yang diambil seperti setingkat kepala dinas/badan di provinsi yang akan ditunjuk menjadi Pj bupati dan wali kota, sementara pekerjaan dia sebagai kepala dinas/badan terbengkalai. Jangan seperti ini," ujar Muradi.
Karena itu, kata dia, gubernur nantinya bisa mengangkat Pj tidak hanya dari kepala dinas/badan, tapi dari badan yang satu level. Misalnya, kepala lembaga vertikal yang levelnya sama eselon 2. Selain itu, soal Pj ini tidak mengharuskan dari unsur TNI/Polri seperti yang pernah terjadi di Jabar.
"Tidak perlu dari unsur khusus, seperti dari TNI/Polri. Menurut saya bebas saja," katanya.
Menurut Ketua Komisi I DPRD Jabar, Bedi Budiman, diskursus mengenai Pj kepala daerah menjadi urusan publik karena di Jabar ada 19 kabupaten/kota dan satu gubernur yang akan dijabat Pj. “Keputusan ini pasti mempengaruhi pelayanan publik dan konstelasi DPRD. Untuk itu, saya menunggu seperti apa arahan dari Kemendagri, apalagi rentang waktu Pj sampai ke pilkada serentak cukup panjang,” katanya.
Menurut Bedi, yang membedakan antara penetapan Pj kali ini dengan beberapa waktu sebelumnya yakni situasi. Lantaran memasuki tahun pemilu, kewenangan Pj kepala daerah juga harus dikonfirmasi kembali, apakah sama dengan kepala daerah definitif atau tidak.
“Keinginan untuk menunjuk begitu banyak penjabat membuat publik berprasangka ada agenda politik tertentu. Kalau prasangka meluas, orang bisa mempertanyakan legitimasi hasil pemilu 2024,” katanya.
Sedangkan menurut Rektor Unpas Prof Eddy Jusuf, persoalan Pj kepala daerah merupakan isu strategis menjelang pemilu dan pikada serentak 2024. “Saya mengapresiasi inisiatif FISIP Unpas dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang regulasi dan penetapan Pj kepala daerah. Saya harap rakyat bisa menyalurkan aspirasinya melalui DPRD, karena selama ini Pj kepala daerah hanya di-drop saja dari pusat,” paparnya.
Perlu diketahui, Pj gubernur nantinya bakal diajukan Kemendagri, kemudian dipilih oleh presiden. Sementara Pj bupati dan wali kota diajukan gubernur dan dipilih Kemendagri.
Dalam hal ini, Pj memiliki terminologi yang berbeda dengan penjabat sementara (Pjs), pelaksana tugas (Plt), dan pelaksana harian (Plh). Pj mempunyai kewenangan penuh selayaknya kepala daerah terpilih.