Namun berdasarkan ciri-ciri arca yang ditemukan, candi di Srigading ini mempunyai gaya Mataram Kuno. Hal ini sesuai dengan isi prasasti Linggasutan yang ditulis pada 929 masehi atau era Mpu Sendok.
Serupa dengan gaya relief Candi Borobudur dan Candi Prambanan, ukuran bata di Situs Srigading juga cukup besar. Bata setidaknya mempunyai panjang 15 sentimeter, lebar 22 sentimeter dan tebal sekitar 10 sampai 11 sentimeter. BPCM Jatim mengidentifikasikan bata ini berasal dari masa pra-Majapahit atau Mataram Kuno.
Jika dilihat letak arah bangunan, candi ini berada di tengah-tengah empat gunung yang dianggap suci. Keempat gunung tersebut, yakni Gujung Arjuno, Gunung Semeru, Gunung Bromo dan Gunung Kawu. Menurut Wicak, orientasi letak bangunan candi ini sangat mengikuti arah gunung suci di sekitarnya.
Jika indikasinya memang ada tangga di bagian sisi barat, candi ini kemungkinan menghadap ke Gunung Arjuna dan membelakangi Gunung Semeru. Jika demikian, maka ini agak cocok dengan isi prasasti Linggasutan. Candi ini ditunjukkan untuk menjadi tempat pemujaan bagi Bhatara i Walandit atau suatu tokoh yang disebut Walandit.
Walandit sendiri merupakan kisah yang sangat menarik dalam dunia sejarah. Sejarah Malang banyak menyebutkan nama tersebut di sejumlah peninggalan sejarah. Bahkan, Suku Tengger menyebut bahwa mereka sebenarnya asli suku Walandit.