Rabu 09 Feb 2022 21:17 WIB

Jampidsus Minta Keterangan Bos Lion Air Terkait Korupsi Garuda

Negara diperkirakan merugi Rp 3,7 triliun dalam dugaan korupsi PT Garuda.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Indira Rezkisari
Pesawat Garuda Indonesia. Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) meminta keterangan tambahan dari bos maskapai penerbangan swasta, dan petinggi di perusahaan perawatan pesawat terkait penyidikan dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia, Rabu (9/2/2022).
Foto: Reuters/Willy Kurniawan
Pesawat Garuda Indonesia. Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) meminta keterangan tambahan dari bos maskapai penerbangan swasta, dan petinggi di perusahaan perawatan pesawat terkait penyidikan dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia, Rabu (9/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) meminta keterangan tambahan dari bos maskapai penerbangan swasta, dan petinggi di perusahaan perawatan pesawat terkait penyidikan dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia (GIAA). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) di Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, dua yang diminta keterangan tersebut, yakni EK, dan ES.

“Saksi-saksi yang diperiksa antara lain, EK, dan ES,” begitu kata Ebenezer dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (9/2/2022). Ebenezer masih tetap tak mau menyebutkan nama lengkap kedua saksi-saksi tersebut dalam rilisnya. Namun ia mengungkapkan, EK, dimintakan keterangan oleh penyidik selaku Vice President (VP) Internal Audit PT Maintenance Facility Aero Asia Tbk.

Baca Juga

Sedangkan ES, dimintakan keterangan selaku Direktur Utama (Dirut) PT Lion Mentari Airlines atau Lion Air. “Saksi EK, dan ES, diperiksa terkait mekanisme pengadaan dan pembayaran pesawat udara PT Garuda Indonesia (persero) Tbk,” ujar Ebenezer menambahkan. Namun begitu, mengacu layar daftar para terperiksa di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Rabu (9/2/2022), inisial EK, adalah Edi Kuntjoro. Sedangkan inisial ES, adalah Edward Sirait.

Masih mengacu monitor daftar para terperiksa di Gedung Pidsus, ada lima nama lain dari PT GIAA yang diperiksa. Mereka antara lain Juliandra, yang semestinya diperiksa selaku Dirut PT Citilink Indonesia, Syachrip Haryanto, yang seharusnya diperiksa selaku VP Base Maintenance PT GIAA 2009. Helmi Imam Satriyono, yang dijadwalkan diperiksa sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT GIAA 2017. Norma Aulia, Senior Manager Head Office Accounting PT GIAA 2012, dan Handrito Harjono, yang diminta menghadap penyidikan selaku Direktur Keuangan PT GIAA 2012-2014.

Akan tetapi, kelima nama terpanggil tersebut, tak hadir. “Dari tujuh yang diperiksa, itu cuma dua yang tadi hadir ke penyidik. Yang lainnya, nanti dipanggil ulang,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Supardi, kepada Republika, Rabu.

Supardi menjelaskan, pemanggilan EK, dan ES sebetulnya permintaan tim penyidik untuk mengetahui tentang seluk-beluk jenis pesawat yang diadakan oleh Garuda. “Kan mereka (EK, dan ES), tahu juga tentang jenis pesawat yang dibeli Garuda itu, yang ATR (72-600) itu. Jadi kita (penyidik) butuh informasi dari mereka tentang jenis pesawat itu,” ujar Supardi.

Terhadap saksi dari Lion Air, ES, kata Supardi, tim penyidikannya juga membutuhkan penjelasan tentang berapa nilai beli, maupun jual pesawat yang ada dalam pengadaan oleh Garuda. “Kan mereka (Lion Air), juga punya ATR (72-600) itu. Jadi, kita hanya butuh pengetahuan dari mereka (Liona Air) juga,” terang Supardi menambahkan.

Dalam kasus dugaan korupsi di PT Garuda, Jampidsus Febrie Adriansyah pernah mengungkapkan, nilai kerugian negara mencapai Rp 3,7 triliun lebih. Febrie menerangkan, dugaan korupsi pada perusahaan maskapai penerbangan milik pemerintah tersebut, terjadi pada periode 2009-2014, dan sampai saat ini. Dugaan korupsi tersebut, terkait dengan proses pengadaan, dan sewa sejumlah unit pesawat terbang jenis ATR 72-600, dan CRJ 1000 setotal 64 unit.

Dalam penyidikan tersebut, kata Febrie, timnya juga menyasar kesaksian mantan Dirut GIAA, Emirsyah Satar, yang sudah berstatus narapidana terkait kasus serupa yang pernah diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terkait proses penyidikan, Supardi, pada Selasa (8/2/2022) mengatakan, timnya sudah melakukan gelar perkara pertama.

Ekspos tersebut, sebagai forum evaluasi hasil penyidikan sementara. Dari gelar perkara, Supardi mengungkapkan, timnya sudah memunculkan nama-nama potensi tersangka.

“Potensi tersangka ada. Sudah ada,” kata Supardi, Selasa malam. Namun kata dia, potensi tersangka, belum dapat diumumkan. Karena, dikatakan dia, proses pemeriksaan saksi-saksi, dan pengumpulan alat-alat bukti, masih akan terus dilakukan.

“Pokoknya sudah ada. Nanti, secepatnya diumumkan,” terang dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement