Rabu 02 Feb 2022 20:17 WIB

KPK Tahan Eks Dirjen Kemendagri Adrian Noervianto Terkait Kasus Dana PEN

Ardian diduga menerima Rp 1,5 miliar sebagai kompensasi dana PEN Kolaka Timur.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Tersangka mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020 hingga November 2022, Mochamad Ardian Noervianto berjalan usai dihadirkan dalam konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/2/2022). KPK resmi menahan tersangka Mochamad Ardian Noervianto terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional  (PEN) Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020 hingga November 2022, Mochamad Ardian Noervianto berjalan usai dihadirkan dalam konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/2/2022). KPK resmi menahan tersangka Mochamad Ardian Noervianto terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan eks Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochamad Ardian Noervianto (MAN). Ardian merupakan tersangka dalam kasus penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah untuk Kabupaten Kolaka Tahun 2021.

"Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan tersangka untuk 20 hari pertama dimulai 2-21 Februari 2022. MAN ditahan di Rutan KPK di Gedung Merah Putih," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Rabu (2/2/2022).

Baca Juga

Dalam kasus suap ini, KPK juga telah menahan dua tersangka lainnya. Yakni Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026 Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar (LMSA)

Perkara ini bermula ketika Andi Merya Nur menghubungi tersangka Laode agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Laode kemudian mempertemukan Andi Merya dengan Ardian Noervianto di kantor Kemendagri pada Mei 2021.

Dalam kesempatan itu, Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN Rp 350 miliar dan meminta Ardian Noervianto mengawal dan mendukung proses pengajuannya. "Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan tersangka AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka MAN pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan," kata Alex.

Atas perannya itu, Ardian meminta kompensasi sebesar tiga persen dari total permohonan pinjaman. Kompensasi diminta diberikan secara bertahap. Andi Merya menyanggupi.

Andi Merya lantas mengirimkan uang tahap awal sebesar Rp 2 miliar ke rekening Laode. Uang itu diduga dibagi Laode. "Tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar singapura sebesar 131 ribu dolar Singapura setara dengan Rp 1,5 Miliar yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta. Sedangkan tersangka LMSA menerima sebesar Rp 500 juta," kata Alex.

Atas perbuatannya, Andi Merya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Ardian dan Laeode disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement