Senin 31 Jan 2022 22:03 WIB

LPSK Duga Ada Kerangkeng Ketiga di Rumah Bupati Langkat yang Belum Terungkap

LPSK temukan catatan berisikan nama sejumlah orang yang berada di kerangkeng ketiga.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua LSPK Edwin Partogi Pasaribu memaparkan temuan timnya terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, di Kantor LPSK, Jakarta, Senin (31/1).
Foto: Republika/Febryan A
Wakil Ketua LSPK Edwin Partogi Pasaribu memaparkan temuan timnya terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, di Kantor LPSK, Jakarta, Senin (31/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim investigasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menduga ada satu lagi kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, yang belum terungkap. Sejauh ini baru terungkap ada dua kerangkeng di kediaman Terbit. 

Ketua tim investigasi tersebut, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, ketika dirinya mendatangi kediaman Terbit memang hanya ditemukan dua unit kerangkeng atau sel. Tapi, tim juga menemukan sebuah kertas catatan yang berisikan nama sejumlah orang yang berada di kerangkeng ketiga. 

Baca Juga

"Ini yang jadi pertanyaan bagi kami. Kerangkeng ketiga ini di mana, masih beroperasi atau nggak? Jangan-jangan masih ada orang yang ditahan di situ. Ini masih menjadi pertanyaan buat kami," ungkap Edwin yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua LPSK itu, saat konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta, Senin (31/1/2022). 

Dugaan adanya kerangkeng ketiga ini merupakan salah satu dari 17 temuan tim investigasi LPSK. Temuan lainnya adalah tidak semua tahanan di sana merupakan pecandu narkoba, tahanan juga berasal dari kabupaten lain di Sumatera Utara, tidak ada aktivitas rehabilitasi di sana, dan kondisi kerangkeng itu tak layak dihuni. 

Lalu, keluarga tak boleh mengunjungi tahanan selama tiga bulan pertama masa penahanan, tahanan tak boleh membawa alat komunikasi, tahanan dibatasi untuk beribadah, dan para tahanan diperkerjakan tanpa upah di pabrik pengolahan sawit milik Terbit. 

Selain itu, ditemukan pula ada pungutan biaya kepada para tahanan. Lalu ada temuan bahwa tahanan minimal dikerangkeng di sana selama 1,5 tahun, ada yang dikerangkeng selama 4 tahun, ada satu tahanan yang meninggal karena penganiayaan di sana, dan ada perjanjian bahwa keluarga tak boleh menuntut jika saudaranya meninggal dalam kerangkeng tersebut. 

Atas 17 temuan tersebut, LPSK menyimpulkan ada tiga dugaan tindak pidana terkait keberadaan kerangkeng itu. Dugaan tindak pidana penghilangan kemerdekaan orang lain secara tidak sah, tindak pidana peradangan manusia, dan tindak pidana sel ilegal.  

Sebelumnya, tim KPK menemukan kerangkeng manusia ketika menggeledah rumah Terbit terkait kasus suap. Temuan kerangkeng itu lantas dilaporkan oleh lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE, ke Komnas HAM, Senin (24/1).   

Migrant CARE menduga, puluhan orang yang ditahan di sana adalah korban perbudakan dan penyiksaan. Mereka dikerangkeng dan diperkerjakan di kebun sawit setiap hari tanpa digaji.   

Polisi menyebut, ada 48 orang yang dipenjarakan di kerangkeng tersebut. Semuanya telah dipulangkan kepada keluarga masing-masing.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement