REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Yakobus Kumis mengatakan bahwa pihaknya terbuka dengan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pasalnya, rencana tersebut bukan merupakan sesuatu yang dilarang.
"Tentu pemindahan ibu kota ini bukan sesuatu yang haram. Mengapa ibu kota ini dipindah tentu sudah melewati kajian yang luar biasa," ujar Yakobus di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/1).
Kendati terbuka dengan rencana tersebut, pihaknya akan terus bersuara jika ada hal yang merugikan masyarakat adat Dayak dalam proses pembangunan IKN Nusantara. Ia berharap, pemerintah betul-betul memperhatikan hak dari masyarakat adat.
"Pemindahan IKN itu tentu dengan catatan, mohon masyarakat di Kalimantan untuk diperhatikan, diberi kesempatan. Ambil bagian berpartisipasi dengan kedudukan yang sama di hadapan hukum," ujar Yakobus.
Ia menjelaskan, peradaban masyarakat adat Kalimantan tentu akan menghadapi banyak persaingan jika ibu kota negara berada di bumi Borneo. Namun, pihaknya memberi kesempata kepada pemerintah dalam pemenuhan hak masyarakat adat dalam proses pemindahan dan pembangunan IKN Nusantara.
"Seharusnya kami yang banyak berbicara, tetapi karena ini keputusan pemerintah. Kami selaku Majelis Adat Dayak Nasional mendukung sepenuhnya pemindahan IKN itu, tentu dengan catatan," ujar Yakobus.
Di samping itu, ia menyayangkan pernyataan yang disampaikan oleh Edy Mulyadi. Menurutnya, kalimat yang dilontarkan oleh mantan calon legislatif (caleg) asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menghina masyarakat Kalimantan.
"Ketika nanti tanah-tanah kami, peradaban-peradaban kami, anak-anak kami nanti akan menghadapi persaingan yang belum siap dihadapi oleh masyarakat kami. Seharusnya kami yang banyak berbicara," ujar Yakobus.
Pernyataan Edy dinilainya sudah merendahkan masyarakat Kalimantan. Konotasi yang menyebut Kalimantan sebagai tempat jin buang anak adalah ucapan melecehkan yang sangat tidak pantas.
"Ini berarti sudah ada kebencian, mengadu domba, bahkan pernyataan yang hoaks tidak berdasarkan data dan fakta disampaikan untuk mempengaruhi membuat resah masyarakat Kalimantan dan Indonesia pada umumnya. Kami meminta agar Kapolri menindak tegas," ujar Yakobus.