Senin 24 Jan 2022 02:23 WIB

Kepala BRIN Sebut RT-LAMP Bukti Kolaborasi Periset Multikepakaran

Kepala BRIN menyebut tugas lembaganya menyatukan para pakar hingga lahir RT-LAMP

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memberikan keterangan pers usai menghadiri pelantikan Dewan Pengarah BRIN di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Presiden Joko Widodo melantik 10 pejabat Dewan Pengarah BRIN diantaranya Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memberikan keterangan pers usai menghadiri pelantikan Dewan Pengarah BRIN di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Presiden Joko Widodo melantik 10 pejabat Dewan Pengarah BRIN diantaranya Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metode RT-LAMP (reverse transcription loop mediated isothermal amplification) untuk mendeteksi Covid-19 diklaim telah terbukti secara saintifik dan memenuhi standar regulasi yang berlaku. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, mengatakan, RT-LAMP merupakan salah satu bukti bahwa para periset dengan kepakaran yang berbeda bisa berkolaborasi dalam menghasilkan inovasi yang bermanfaat untuk masyarakat.

“Tugas saya memfasilitasi para periset kita supaya RT-LAMP ini bisa mencapai proven secara saintifik dan memenuhi standar regulasi,” ungkap Handoko dalam siaran pers, Ahad (23/1).

RT-LAMP merupakan hasil riset kolaborasi antara para periset BRIN dari Pusat Riset Kimia, Pusat Riset Fisika, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Pemerintah Provinsi Banten melalui Laboratorium Kesehatan Daerah, dan mitra swasta, yakni PT Biosains Medika Indonesia. Handoko mengakui, para periset kita belum pernah melakukan penelitian serupa sebelumya.

“Kalau kita bicara riset, riset itu 90 persen gagal. Teman-teman periset kita berjuang begitu keras dan lama untuk mencapai standar regulasi dan saintifik ini," kata dia.

Sementara itu  Plt Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) BRIN, Agus Haryono, mengatakan, di negara lain seperti Belanda dan Spanyol, metode RT-LAMP digunakan sebagai golden standard yang setara dengan RT-PCR.

“Harapannya RT-LAMP ini bisa menjadi salah satu alternatif golden standard. Saat ini kami juga mengembangkan RT-LAMP versi pengambilan sampel melalui saliva (air liur),” kata dia.

Peneliti dari Pusat Riset Kimia OR IPT BRIN, Tjandrawati Mozef, menjelaskan, RT-LAMP menggunakan sampel ekstrak RNA hasil swab hidung yang dapat dideteksi secara kualitatif dengan melihat adanya presipitasi dengan akurasi yang baik. Namun  menurutnya, dengan sampel saliva yang sudah diinaktivasi juga bisa dideteksi dengan kit ini, selama sampelnya itu mengandung RNA virus.

Dia menerangkan, pengambilan lokasi sampel berkaitan dengan proses infeksi itu sendiri. Sampel diambil dari hidung, kata dia, karena reseptor virus itu ada di saluran pernapasan atas. Menurut dia, virus berkembang biak lebih dulu di lokasi tersebut. Beberapa hari kemudian setelah virusnya berkembang biak dan jumlahnya banyak baru masuk ke saliva yang kemudian bisa menularkan.

"Karena penularannya kan melalui droplet. Jadi memang tergantung kebutuhan, kalau ingin tahu secara dini, mau tidak mau sampelnya harus diambil dari hidung," jelas dia.

Selain Kit RT-LAMP, BRIN juga tengah mengembangkan alat real-time turbidimeter, yang sedang dalam proses sertifikasi. Alat ini bisa meningkatkan performa dari sisi deteksi karena hasilnya dapat dideteksi secara kuantitatif.

“Alat yang kami buat ini mendukung reagen atau kit RT-LAMP yang telah lebih dulu dikembangkan. Sehingga hasilnya berupa keruhan bisa dilihat secara kuantitatif, realtime, suhunya bisa di-setting. Dengan realtime kita bisa melihat hasilnya, jadi lebih akurat dan mengurangi subyektivitas,” jelas peneliti dari Pusat Riset Fisika BRIN, Agus Sukarto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement