Ahad 23 Jan 2022 14:46 WIB

Pemerintah Diminta Antisipasi Kebocoran Data E-KTP Digital

Pembaruan data e-KTP rawan terjadi kebocoran data

Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP. Pembaruan data e-KTP rawan terjadi kebocoran data .
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP. Pembaruan data e-KTP rawan terjadi kebocoran data .

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana memperbaharui e-KTP menjadi e-KTP digital. Bahkan Kemendagri telah melakukan uji coba e-KTP digital di 58 kabupaten/ kota sejak 2021. 

Pakar Teknologi Universitas Airlangga (Unair) Badrus Zaman mengungkapkan, pembaharuan e-KTP digital merupakan inovasi yang bagus dari pemerintah.  

Baca Juga

Badrus berpendapat, identitas digital tersebut merupakan mandatory yang layak diterapkan pada lingkungan serba digital dan terintegrasi saat ini. 

Hal ini termasuk dalam rangka mendukung era 4.0 dan 5.0, dimana teknologi bukan lagi sekadar untuk berbagi informasi, melainkan untuk menjalani kehidupan. "Dengan kata lain, teknologi merupakan bagian dari teknologi itu sendiri,” kata Badrus, Ahad (23/1). 

Dia juga menyampaikan, informasi yang tertera pada e-KTP digital sangat krusial. Sebab menjadi bukti identitas untuk melakukan transaksi. Maka dari itu, kebocoran dan penyalahgunaan data patut diwaspadai sejak dini. 

“Kebocoran data dapat terjadi dengan siklus data itu sendiri. Saat menyimpan data, mengirim data, maupun saat data diproses. Teknologi yang digunakan tentu dapat mengacu pada siklus data tersebut. Misalnya, teknologi enkripsi, penyimpanan, perlindungan, dan integritas data,” ujarnya. 

Badrus menyebut, ada tiga prinsip keamanan dalam cybersecurity yaitu, kerahasiaan (confidentiality), integrasi (integrity), dan ketersediaan (availability). Pemerintah harus fokus memperhatikan ketiga aspek tersebut, baik dari sisi mekanisme maupun teknologi agar semua dapat berjalan dengan baik. 

“Pemerintah harus memastikan data hanya dapat diakses oleh orang yang berhak saja. Pemerintah juga perlu menjamin integritas dan kualitas data, serta memastikan data selalu tersedia,” kata dia. 

Dia juga menyampaikan, kerentanan teknologi tidak selalu menjadi penyebab kebocoran data. Individu sebagai pengguna juga perlu menegakkan regulasi terkait perlindungan data pribadi. Menurutnya, ketika terjadi kebocoran data, pihak yang paling merugi adalah pemilik data pribadi tersebut. 

“Konsep paranoid dapat menjadi opsi yang diterapkan dalam rencana realisasi e-KTP digital ini. Informasi dan aplikasi di dalam ponsel bersifat pribadi, sehingga pemilik ponsel menjadi penanggung jawab sepenuhnya terhadap informasi dan dampak dari penggunaan ponsel,” ujarnya.

Dia mengimbau masyarakat menggunakan kunci ganda untuk mengakses ponsel, misalnya biometric atau mekanisme lainnya. Penggunaan double authentication juga perlu dilakukan pada setiap transaksi penting. Misalnya, ke nomor ponsel dan e-mail. 

“Selalu memperbarui OS atau aplikasi juga perlu menjadi pertimbangan. Terpenting adalah berhati-hati, jangan mudah meminjamkan ponsel kepada siapa pun,” kata dia.   

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement