REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perkara tindak pidana atas nama tersangka Doa Restu alias Restu yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menuturkan tersangka Restu yang bekerja sebagai buruh lepas di Perusahaan PT MSAM telah melakukan perbuatan penggelapan pada bulan November 2020 dengan cara membawa barang inventaris milik PT MSAM berupa satu unit mesin kompresor beserta satu unit mesin penggerak diesel bekas, satu unit mesin semprot (STEAM) yang kesemua barang tersebut sudah dalam kondisi rusak dari workshop PT MSAM di Desa Sungai Pasir Kecamatan Pulau Laut Tengah Kabupaten Kota Baru ke rumah tersangka di perumahan karyawan PT MSAM Gunung Batu Ladung Estate.
“Motif tersangka membawa barang-barang tersebut karena dipikir tersangka sudah tidak terpakai dan kemudian karena kebutuhan hidup akibat kesulitan ekonomi sehingga timbul niat tersangka untuk menjual nya, namun barang-barang tersebut belum sempat laku terjual,” kata Leonard melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/1/2022).
Leonard menuturkan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari empat tahun. Kemudian, telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada tanggal 13 Januari 2022 dan tahap II dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2022 dihitung kalender 14 harinya berakhir pada 26 Januari 2022.
“Masyarakat merespon positif,” katanya.
Sementara itu, lanjut Leonard, Jampidum sangat mengapresiasi Kepala Kejaksaan Negeri Kotabaru beserta jajarannya karena proses penyelesaian perkara melalui restorative justice yang menunjukkan ketajaman hati nurani seorang jaksa karena tidak mudah untuk membangun dan meyakinkan masyarakat bahwa jaksa tidak hanya terikat pada aturan dantidak mudah melaksanakan restorative justice tanpa didorong fasilitator Kasi Pidum dan Kajari.
Dia menambahkan Kepala Kejaksaan Negeri Kotabaru selanjutnya akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Sebelum diberikan SKP2, tersangka telah dilakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat maupun dari penyidik kepolisian,” tutur Leonard.