Rabu 19 Jan 2022 18:54 WIB

Wujudkan Kemandirian Hankam dan Industri Pertahanan Dalam Negeri

Kekuatan militer Indonesia saat ini menempati peringkat 15 dari 140 negara di dunia. 

Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia, Laksamana Madya TNI Dr. Amarulla Octavian
Foto:

Negara pengimpor alutsista

Sayangnya berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) (2020), selama tahun 2015-2019, Indonesia rata-rata berada pada posisi ke-17 sebagai negara pengimpor terbesar alutsista, yakni sebesar 1,8 persen dari total dunia. Oleh karena itu, dukungan legislatif terhadap industri pertahanan tanah air terutama terwujud dalam dukungan anggaran terhadap pertahanan negara. 

"Tentunya, dukungan anggaran ini diharapkan mampu dibelanjakan di dalam negeri yaitu kepada industri pertahanan dalam negeri, bukan luar negeri,” ujar Lodewijk.

Sementara itu, Slamet Soedarsono, Deputi Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas memandang, bahwa peran industri pertahanan dalam mendukung perekonomian nasional, sangat strategis sekali. “Peningkatan anggaran pertahanan berimplikasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi negara, terutama melalui pembangunan infrastruktur, human capital, teknologi, keamanan, dan juga investasi dan pertumbuhan ekonomi hingga ekspor,” ujar Slamet. 

Untuk itu, menurut Slamet, penting dibuat berbagai strategi seperti strategi penguasaan teknologi (alih teknologi), dan penguasaan industry pertahanan dari hulu ke hilir dengan mengintegrasikan konsistensi, kompetensi, kolaborasi, dan kontribusi industry pertahanan dalam negeri.

Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan pendapatnya bahwa, industri pertahanan Tanah Air, diharapkan mampu mendukung kemandirian penyediaan alutsista bagi TNI. Kata dia, saat ini, TNI sedang mengembangkan postur pertahanan demi teruwujudnya militer Indonesia yang kuat, professional, dan memiliki kemampuan daya tangkal (deterrence) dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis regional dan global. 

Selain itu, industri pertahanan juga diharapkan dapat mendukung kelancaran tugas TNI sebagai pengawal kedaulatan bangsa dan negara. Serta, melaksanakan tugas-tugas perdamaian dunia maupun tugas-tugas kemanusiaan di tingkat regional dan global.

Harus diakui, kata dia, bahwa pembangunan dan pengembangan industri pertahanan Indonesia masih banyak mengalami hambatan yaitu kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah, kurangnya permodalan, kurangnya tenaga ahli lokal, dan kurangnya penyerapan teknologi pertahanan yang umumnya merupakan teknologi tinggi dan bersifat rahasia. 

Untuk membangkitkan industri pertahanan nasional inilah, ungkapnya, modernisasi alutsista dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara melakukan investasi penguasaan teknologi. Tentunya, melalui alih teknologi oleh industri pertahanan dari negara-negara pemasok alutsista seperti yang telah diatur Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. 

Dengan demikian, industri Pertahanan nasional diharapkan dapat berkembang dan berperan sebagai penopang pertumbuhan perekonomian melalui ekspor produk, menjadi bagian dari rantai pasokan global (global supply chain), mengurangi kebutuhan devisa untuk pengadaan alutsista, dan menyediakan lapangan kerja. 

 

"Negara menerbitkan (UU Indhan) yang bertujuan antara lain untuk mewujudkan industri pertahanan yang profesional, efektif, efisien, dan inovatif, “ujar Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement