Rabu 12 Jan 2022 23:16 WIB

Komnas Perempuan Harap RUU TPKS Kuatkan aspek Pemulihan Korban

Komnas Perempuan berharap RUU TPKS optimalkan pencegahan kekerasan

Ketua DPR Puan Maharani (kanan) berdialog dengan sejumlah Aktivis Perempuan terkait RUU TPKS di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Ketua DPR Puan Maharani menerima dan mendengar aspirasi dari sejumlah Aktivis Perempuan terkait Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang segera disahkan mejadi RUU inisiatif DPR.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta/foc.
Ketua DPR Puan Maharani (kanan) berdialog dengan sejumlah Aktivis Perempuan terkait RUU TPKS di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Ketua DPR Puan Maharani menerima dan mendengar aspirasi dari sejumlah Aktivis Perempuan terkait Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang segera disahkan mejadi RUU inisiatif DPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempan) Andy Yentriyani berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dapat menguatkan aspek pemulihan korban.

"Hadirnya RUU TPKS ini diharapkan menguatkan aspek pemulihan korban, selain definisi akses hukum dan juga pemidanaan," kata Andy kepada Ketua DPR RI Puan Maharani di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Andi menjelaskan sejak 2021, Komnas Perempuan telah membuat catatan tahunan dengan mengumpulkan data-data kekerasan seksual terhadap perempuan. Data itu berasal dari lembaga tenaga layanan, yakni pemerintah, penegak hukum dan masyarakat.

Komnas Perempuan melakukan kajian, bagaimana dinamika kekerasan terhadap perempuan. Sejak 2010, lembaganya melihat adanya gejala peningkatan pelaporan akibat kekerasan seksual.

"Sampai 2019, data yang masuk di Komnas Perempuan, sekurang-kurangnya dalam dua jam, ada tiga perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual," ungkap Andy.

Dia menegaskan catatan itu merupakan laporan yang masuk, namun masih banyak perempuan yang tidak melaporkan kasusnya. Selain itu, dari data yang dikumpulkan kurang dari 30 persen kasus perkosaan yang masuk dalam proses hukum. 

Apalagi beberapa kasus kekerasan seksual yang tidak dikenali dalam KUHP. "Kami mengapresiasi untuk komitmen yang menjadikan RUU ini menjadi inisiatif DPR," kata Andy.

Dia menjelaskan isu kekerasan seksual saat ini semakin kompleks, bukan hanya dari angka pelaporan yang terus meningkat. Para pelaku kekerasan seksual bukan saja dari orang-orang yang tidak dikenal, tetapi pelakunya sendiri merupakan orang terdekat dari korban di lingkungan yang seharusnya memberikan rasa aman.

"Isu darurat seksual ini sesungguhnya juga disebabkan daya penangannya yang sangat terbatas, daya penanganan bisa dipercepat dengan RUU TPKS," harap Andry.

Dia mengatakan melalui RUU TPKS diharapkan ada ruang untuk menguatkan dan mengoptimalkan pencegahan. Upaya itu pun tidak dapat dilepaskan dari upaya pengawasan pelayanan. Dia berharap adanya pengawasan independen nantinya bisa dibentuk.

"Kami siap mengawal pelaksanaannya, jika dimandatkan," kata Andy menegaskan.Puluhan perwakilan aktivis perempuan dan organisasi perempuan melakukan kunjungan ke Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu. 

Mereka menyampaikan saran kepada Ketua DPR RI Puan maharani terkait pembahasan RUU TPKS. Adapun lembaga, organisasi perempuan dan masyarakat sipil itu antara lain Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia (ASWGI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Komnas Perempan, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), akademisi, perguruan tinggi hingga mahasiswa.

"Saya ingin terbuka, DPR terbuka menerima masukan, kalau ada hal-hal yang ingin disampaikan," kata Ketua DPR RI, Puan Maharani.

Puan menegaskan komitmen dalam pengesahan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR. Kata dia, pemerintah dan DPR akan bersama-sama membahas daftar inventaris masalah (DIM) usai RUU itu disahkan pekan depan.Puan menjelaskan dalam pembahasan RUU itu, pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian dan sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

"Kami ingin menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan tidak cacat hukum," kata Puan menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement