REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin akan melantik Febrie Adriansyah sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) yang baru, Senin (10/1). Sejumlah keputusan kelanjutan penanganan kasus-kasus dugaan korupsi menanti Febrie, yang sebelumnya menjabat selaku Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Febrie akan menggantikan Jampidsus Ali Mukartono, yang dirotasi jabatan sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas).
Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi mengatakan, beberapa kasus yang akan diputuskan kelanjutannya, seperti pengungkapan perkara dugaan korupsi pada Badan Pengelola Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Naker). Kasus tersebut, sudah setahun penyidikannya sejak Januari 2021. Namun, sampai saat ini, kasus yang diduga merugikan negara Rp 22 triliun itu, tanpa ada kelanjutan, pun tanpa ada penetapan tersangka.
“Kelanjutan kasus BPJS (Naker) nanti tunggu Pak Febrie lah. Sebentar lagi (10/1) serah terima (jabatan Jampidsus),” kata Supardi, pada Ahad (9/1). Supardi menerangkan, kasus tersebut, sebetulnya sudah tinggal menunggu diputuskan dalam gelar perkara besar, untuk dihentikan penyidikannya, atau dilanjutkan dengan penetapan tersangka. Kata dia, saat ini, proses pemeriksaan saksi-saksi sudah rampung. Pengumpulan alat-alat bukti, pun dikatakan dia, sudah cukup untuk dilakukan gelar perkara.
“Pemeriksaan BPJS sudah tidak ada lagi. Sudah selesai. Tinggal diputuskan saja nanti,” ujar Supardi. Namun dari hasil pemeriksaan ratusan orang saksi, dan pengumpulan alat-alat bukti, Supardi belum bersedia membeberkan apa hasilnya. “Hasilnya masih tengah-tengah. Kemungkinan dihentikan, atau dilanjutkan. Nanti kita tunggu saja apakah kasusnya ke kiri (dihentikan), atau ke kanan (dilanjutkan). Posisinya saat ini, masih tengah-tengah,” terang Supardi.
Baca juga : Kode Fee 'Sumbangan Masjid' Rahmat Effendi
Kasus dugaan korupsi di BPJS Naker, naik ke kepenyidikan sejak Januari 2021. Saat itu, kasus tersebut, pun sebetulnya ditangani oleh Febrie Adriansyah selaku Direktur Penyidikan di Jampidsus sejak Desember 2019. Namun Febrie dipromosikan sebagai Kepala Kejati DKI Jakarta, pada Juli 2021 lalu. Jampidsus Ali Mukartono, pada Juni 2021, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, pernah menyampaikan, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di BPJS Naker mencapai Rp 22 triliun.
“Bahwa BPJS Ketenagakerjaan ada kerugian, terdiri dari investasi Rp 11 triliun, dan reksa dana sekitar Rp 11 triliun,” terang Ali ketika itu. Akan tetapi, nasib kelanjutan kasus tersebut sampai saat ini belum ada kepastian. Ali Mukartono, akhir tahun lalu, menjanjikan penuntasan penyidikan korupsi BPJS Naker, salah satu prioritas penanganan perkara yang akan diselesaikan Januari 2022 ini. “Kalau nanti kurang alat bukti, seperti kasus-kasus yang lain, ya dihentikan. Kalau cukup bukti ya dilanjutkan saja agar jangan terlalu lama, dan cepat selesai,” kata Ali, Rabu (30/12).
Tentang Febrie Adrianyah, sebetulnya bukan nama baru di lingkungan Jampidsus. Febrie adalah mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus, selama Ali Mukartono memimpin di Gedung Bundar Kejakgung itu. Selama menjadi bawahan Ali Mukartono di Jampidsus sebagai Direktur Penyidikan, Febrie Adriansyah mengungkap, dan berhasil menyelesaikan kasus-kasus megakorupsi dan skandal rasuah yang menjadi sorotan nasional.
Febrie, saat menjadi Direktur Penyidikan di Jampidsus, berhasil membongkar dan menuntaskan kasus megakorupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,8 triliun itu. Febrie juga yang melakukan penyidikan, dan menuntaskan skandal suap dan gratifikasi yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan buronan korupsi Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Baca juga : KPK: Penangkapan Wali Kota Bekasi Sesuai Prosedur
Febrie juga yang semula menjadi bos penyidikan awal megakorupsi dan TPPU di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), kasus yang merugikan negara Rp 22,78 triliun tersebut. Sejumlah kasus-kasus korupsi lainnya, yang hingga kini belum tuntas pengungkapan, dan penyidikannya juga sisa-sisa kasus yang pernah ia tangani sebelum namanya resmi dipromosikan sebagai Kepala Kejati DKI Jakarta, pada Juli 2021 lalu.
Seperti kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang merugikan negara Rp 4,7 triliun tersebut. Juga kasus korupsi yang terjadi di PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Askrindo Mitra Utama (AMU). Juga kasus dugaan korupsi BPJS Naker, yang saat ini menunggu keputusan untuk dilanjutkan atau dihentikan penyidikannya.