Konsep NFT sendiri, lanjut Ridi, memungkinkan aset virtual dapat dipindah tangankan atau di klaim oleh pemilik lahan layaknya pembelian tanah, hanya saja tanahnya virtual. Tanah virtual ini tentu dapat dijual dengan harga yang disepakati kedua belah pihak.
"Konsepnya seperti bitcoin, nilainya ditentukan supply-demand. Jadi bisa mendadak turun dan juga bisa mendadak naik," tambah Ridi.
Legalisasi terkait aset virtual saat ini memang belum diatur khususnya di Indonesia. Meskipun begitu, kata Ridi, mengacu pada pernyataan Bank Indonesia bahwa cryptocurrency adalah digital commodities yang kredibilitasnya masih perlu dikaji lebih lanjut.
"Indonesia sendiri sudah menganggap cryptocurrency sebagai sebuah komoditas digital yang diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan," katanya.
Sebelumnya, Pemda DIY menanggapi terkait penjualan aset yang dilakukan secara virtual tersebut. Kepala Bagian Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY, Ditya Nanaryo Aji, Pemda DIY tidak pernah bekerja sama termasuk merekomendasikan penjualan aset tersebut secara virtual.
"Terkait berita Kompleks Kepatihan maupun Alun-alun Utara yang dijual di situs Next Earth, Pemda DIY tidak pernah bekerja sama, merekomendasikan atau mengizinkan jual beli secara virtual terkait aset-aset apapun milik DIY," kata Ditya.
Ditya menyebut, penjualan aset-aset milik DIY tersebut merupakan klaim sepihak. Ia juga menegaskan bahwa penjualan secara virtual tersebut tidak ada hubungannya dengan kepemilikan sah dari aset tersebut.
"Sepenuhnya merupakan klaim sepihak dan tidak ada relevansi dengan kepemilikan sah aset fisik tersebut," jelas Ditya.