REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Yusiono, mengatakan, tahun 2020 menjadi peralihan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi sedang karena efek pandemi. Namun demikian, kata dia, di tahun-tahun lainnya, kualitas udara di Jakarta memang tidak sehat karena berbagai pencemaran.
“Pertama sulfur dioksida yang memang diakibatkan sektor industri. Tapi di parameter lain, nitrogen monoksida hingga black carbon paling mendominasi, penyebabnya sektor transportasi,” kata Yusiono dalam diskusi daring Balkoters Talk ‘Tekan Emisi, Jakarta Bebas Polusi’ Kamis (30/12) .
Jika menilik pada regulasi pengendalian pencemaran udara, kata dia, memang diawali pada 2001 dengan adanya baku mutu untuk tingkat ambien. Tetapi, pada 2021, hal itu sudah berubah ke tahap pembentukan grand design pengendalian pencemaran udara.
“Kita menggunakan Instruksi Gubernur (Ingub) No.66 Tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara,” ucap dia.
Menyoal aturan itu, pihaknya saat ini sedang memastikan tidak ada angkutan umum berusia di atas 10 tahun. Termasuk memperketat ketentuan uji emisi
Membahas kendaraan bermotor yang telah melakukan uji emisi, kata dia, tahun ini memang ada peningkatan yang pesat. Diakuinya, telah ada 465 ribu kendaraan yang menjalani uji emisi sejauh ini.
Disebutkannya, uji emisi pada November tahun ini mencapai 19 ribu kendaraan. “Digelar sejak 2005, uji emisi memang fluktuatif dari tahun ke tahun,” jelas dia.