REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Mei Neni Sitaresmi menyebut, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak yang menjalani vaksinasi Covid-19 bisa saja terjadi bukan karena vaksinnya, melainkan karena faktor eksternal. Salah satunya karena si anak panik atau ketakutan saat proses vaksinasi.
Mei mengatakan, reaksi panik atau ketakutan saat akan menjalani vaksinasi itu disebut immunization strees-related response (ISRR). "Ternyata reaksi vaksin itu bukan semua karena reaksi vaksin, tapi ada cukup banyak (karena) ISRR," kata Mei dalam siaran pers daring lewat kanal YouTube Forum Merdeka Barat 9, Jumat (24/12).
Salah satu contohnya adalah ketika seorang anak menangis saat hendak disuntik vaksin. Lalu ada anak lainnya yang ikut menangis karena melihatnya. "Yang satu pingsan, yang lainnya itu ikutan pingsan" kata dokter spesialis anak ini.
Oleh karenanya, kata Mei, peran orang tua sangat penting dalam proses vaksinasi anak. Orang tua harus bisa membuat anak rileks dan jangan menakut-nakuti anak.
"Misalnya mengatakan, 'Dik nanti mau divaksinasi, kalau sakit sedikit enggak apa-apa tapi nanti kamu sehat'. Itu menjadi hal yang sangat penting untuk mendorong anak anak kita supaya tidak ada KIPI karena kecemasan ini," ujarnya.
Mei menambahkan, selain karena panik atau takut, ada juga KIPI karena kebetulan. Maksudnya, kebetulan sang anak tertular oleh penyakit lain.
"Misalnya baru musim DBD. Lalu anak divaksinasi, tiga hari kemudian dia demam, dan diperiksa ternyata demam berdarah. Ini (kerap) yang disalahkan vaksinnya, padahal itu terjadi karena penyakit yang lain," ungkap Wakil Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM ini.
Untuk diketahui, vaksin yang diperbolehkan bagi anak usia 6-11 tahun adalah mereka Sinovac. Kementerian Kesehatan menyebut, Sinovac digunakan untuk anak karena KIPI-nya tergolong ringan.