Rabu 22 Dec 2021 22:25 WIB

Narasi Kerinduan Ketua KPK untuk Bunda Tercinta: Aku Rindu Ibu

Masa depan bangsa ditentukan langkah kaki ibu dalam merawat dan mendidik anak-anaknya

Hari Ibu  (ilustrasi)
Foto:

Oleh : Firli Bahuri, Ketua KPK

Saya menyaksikan sendiri betapa hebat perjuangan ibu untuk menghidupi anak-anaknya, di mana beliau menekankan betapa pentingnya pendidikan dan menjaga integritas sebagai hamba-Nya untuk mengubah keadaan keluarga saat itu. Sebatang kara, ibu berjuang sangat keras layaknya seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya, tetapi tidak sekali pun beliau berperangi kasar, tetap lembut penuh kesabaran dan kasih sayang kepada buah hatinya, dengan naluriah keibuannya.

Yang saya pahami, seorang ibu akan selalu berusaha segenap jiwa dan raganya untuk membahagiakan dan mengedepankan masa depan anaknya, meskipun beliau mengorbankan kebahagiaan dan masa depannya sendiri. Masih teringat momen-momen pilu yang selalu menggetarkan hati saya hingga saat ini, saat ibu menyebut nama saya dalam doanya usai sujud sepertiga malam (sholat tahajud)-nya.

Disinari lampu temaram, samar-samar saya lihat ibu terisak, sesekali beliau menyeka derai air mata yang membasahi pipinya. Entah apa yang berkecamuk dalam hati dan pikirannya, namun yang pasti, ibu memikirkan masa depan saya dan saudara-saudara lainnya.

Paling sedih dan menyentuh, saat ibu perlahan menghampiri kami satu per satu, anak-anaknya yang sebagian tengah lelap dalam tidur. Menahan isak dan linang air mata, ibu kembali memanjatkan doa-doa sembari mengusap lembut kepala dan membaluri sekujur tubuh saya dan saudara-saudara lainnya.

Jujur, saat itu saya menangis, terharu dan mencoba menahan perasaan itu dengan berpura-pura tidur. Namun sering kali saya tidak sanggup menahan perasaan sehingga terkadang saya ikut menangis dalam dekapan hangat tubuh beliau yang renta.

Inilah yang membuat saya bertekad mengejar dan mewujudkan cita-citanya menjadi seorang abdi negara, meski hidup dalam keterbatasan karena saya yakin, doa dan restu ibu akan membuka jalan bagi saya. Satu pesan Ibu, 'Jika tak ada tumpuan untuk berpegang, ingatlah selalu ada Allah SWT tempat kita bersandar', selalu saya jadikan pedoman dalam menjalani khususnya menghadapi situasi dan tantangan apa pun dalam hidup ini.

Atas dasar itulah, syukur alhamdulillah dalam perjalanan karier sebagai abdi negara, tidak sekalipun saya cawe-cawe apalagi meminta back up senior maupun pimpinan untuk mendapatkan kenaikan pangkat, jabatan maupun hal-hal lainnya. Perjuangan dan pengorbanan luar biasa ibu, mengajarkan saya tentang nilai-nilai sejatinya kehidupan, dimana kerja keras, kerja ikhlas dan wajib mengedepankan nilai-nilai agama, moral, etika, budaya dan kejujuran, adalah kunci kesuksesan di masa depan.

Pesan ibu lainnya yang Insya Allah akan saya jalankan adalah jaga sholat, selalu berdoa, berusaha keras, teguhkan integritas meski keadaan kita terbatas, lalu berserah diri kepada-Nya. Karena boleh saja dunia terlalu rapuh untuk dijadikan pegangan, tetapi selalu ada Allah SWT tempat kita jadikan sandaran.

Beruntung sekali bagi orang-orang yang masih memiliki ibu di dunia ini. Sungguh sangat sedih jika teringat waktu kecil saya telah membuat ibu menangis, teramat menyesal saya pernah abai dengan ibu hanya karena sibuk dengan dunia sendiri. Padahal di saat jatuh terpuruk, ibu-lah penguat jiwa dari segala hal, selain kepada Allah SWT, ibu lah tempat saya mengadu.

Alhamdulillah, beberapa hari lalu saya berkesempatan berziarah ke makam ibu dan ayah di Desa Lontar Sumatra Selatan. Saya sadar betul apa yang kita capai saat ini karena jasa orang tua saya, khususnya ibu.

Saya menilai pengabdian kepada orang tua tidak hanya saat mereka masih hidup, ketika mereka meninggal pun wajib dilakukan. Berziarahlah ke makam orang tua untuk berdoa, namun jika belum bisa berziarah, doa-doa tentunya selalu kita lantunkan untuk mereka.

Terimakasih ayah dan ibu, semoga Allah SWT mengampuni semua dosa, menerima seluruh amal ibadah sehingga ditempatkan ditempat yang layak disisi Allah SWT, Amin.

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

"Allaahu maghfirlii waliwaalidayya waar hamhumaa kamaa rabbayaanii shagiiraa".

"Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan ibu bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil".  Aaamiin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement