Rabu 22 Dec 2021 21:40 WIB

Tarif Karantina Dikeluhkan Meski PHRI Sebut Hotel tak Untung Secara Bisnis

Aduan tarif karantina di hotel yang capai puluhan juta rupiah diterima wakil rakyat.

Peserta antre meninggalkan area bandara untuk menuju ke hotel karantina saat kegiatan simulasi penerbangan internasional di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (9/10/2021).
Foto:

Satuan tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Rabu (15/12) mengeluarkan Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor 25/2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19 yang mengatur kewajiban karantina bagi WNI dan WNA dari luar negeri. Ketentuan ini menggantikan surat edaran Nomor 23/2021 yang mewajibkan setiap pelaku perjalanan internasional melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) saat kedatangan, karantina 10 x 24 jam, dan tes ulang PCR kedua pada hari kesembilan karantina.

Surat Edaran itu menyatakan, Warga Negara Indonesia (WNI) dari 11 negara tempat transmisi komunitas varian Omicron wajib menjalani karantina 14 hari. Pengecualian kewajiban karantina hanya berlaku bagi WNA dengan kriteria pemegang visa diplomatik dan dinas, pejabat asing serta rombongan yang melakukan kunjungan kenegaraan, delegasi negara-negara anggota G-20, skema travel corridor arrangement (TCA).

“Pengecualian kewajiban karantina WNI dengan keadaan mendesak seperti memiliki kondisi kesehatan yang mengancam nyawa dan membutuhkan perhatian khusus, serta kondisi kedukaan seperti anggota keluarga inti meninggal,” ujar Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adi Sasmito dalam siaran persnya, Rabu (15/12).

Wiku menambahkan penentuan lokasi karantina di wilayah Jakarta dibagi dalam dua skema. Pertama, WNI (PMI, pelajar/mahasiswa yang telah menamatkan studinya di luar negeri, ASN yang melakukan perjalanan tugas dilakukan di Wisma Pademangan, Wisma Atlet Kemayoran, Rusun Pasar Rumput, dan Rusun Nagrak. Kedua, karantina pelaku perjalanan dengan biaya mandiri dilakukan di lebih dari 105 hotel yang telah mendapatkan status CHSE dan berdasarkan rekomendasi Satgas Covid-19.

Ketentuan dispensasi pengurangan durasi karantina dan/atau pelaksanaan karantina mandiri di kediaman masing-masing, kata Wiku, dapat diberikan kepada WNI pejabat setingkat eselon I ke atas yang kembali dari perjalanan dinas di luar negeri. “Pejabat yang tidak sedang dalam perjalanan dinas ke luar negeri dan kembali ke Indonesia tidak dapat mengajukan dispensasi pengurangan durasi karantina atau pengajuan karantina mandiri dan harus melakukan karantina terpusat di hotel. Rombongan penyerta keperluan dinas, wajib melakukan karantina terpusat,” katanya.

Pengecualian dan dispensasi ini, menurut Wiku hanya berlaku individual dan harus diajukan minimal 3 hari sebelum kedatangan di Indonesia kepada Satgas Covid-19 dan berdasarkan evaluasi K/L terkait.

Ketentuan ini sejalan dengan pernyataan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal TNI Suharyanto pada rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (13/12) dan selanjutnya diatur secara lebih rinci dalam surat edaran.

Wiku menekankan, pengawasan tetap dilakukan saat WNI menjalani karantina mandiri. “Kami memberikan sejumlah syarat yang ketat seperti kewajiban pelaporan hasil RT-PCR pada hari kesembilan karantina dan memastikan pengawasan tetap dilakukan hingga masa akhir karantina," ujarnya.

Wiku juga menjelaskan skema pembiayaan kewajiban karantina di Indonesia bagi pelaku perjalanan internasional. Ia menyebut, ada dua skema yakni karantina yang ditanggung pemerintah dan skema pembiayaan mandiri.

"Pihak yang dapat ditanggung biaya karantinanya oleh pemerintah yaitu pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar atau mahasiswa yang telah menamatkan studinya di luar negeri, dan pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas di luar negeri," ujar Wiku.

Wiku mengatakan, untuk WNI di luar kategori tersebut dan warga negara asing (WNA) termasuk diplomat asing di luar kepala perwakilan asing dan keluarganya, wajib menanggung biaya karantina secara pribadi. Biaya karantina itu sesuai durasi yang diwajibkan berdasarkan asal negara kedatangannya.

Untuk itu, pemerintah mewajibkan pelaku perjalanan internasional yang tidak ditanggung pemerintah, wajib menunjukkan bukti konfirmasi pembayaran atas pemesanan tempat akomodasi karantina selama di Indonesia. Ini agar menjamin tidak adanya pelaku perjalanan yang terbengkalai saat tiba di Indonesia.

"Maka pemerintah mewajibkan pelaku perjalanan internasional yang tidak ditanggung biaya karantinanya di fasilitas terpusat, wajib menunjukkan bukti konfirmasi pembayaran atas pemesanan tempat akomodasi karantina dari penyedia akomodasi selama menetap di Indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement