Ahad 19 Dec 2021 06:26 WIB

Kebiri, Penjara Seumur Hidup, atau Hukuman Mati!

Hukuman berat seperti kebiri bahkan hukuman mati agar memberikan efek jera pelaku.

Hukuman berat seperti kebiri bahkan hukuman mati agar memberikan efek jera pelaku. Foto korban perkosaan (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Hukuman berat seperti kebiri bahkan hukuman mati agar memberikan efek jera pelaku. Foto korban perkosaan (ilustrasi).

Oleh : Agus Yulianto, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID,  Amarah, hujatan, dendam kesumat hingga hukum mati tersemat kepada oknum guru yang satu ini. Herry Wirawan namanya. Dia adalah biangnya predator kelas 'kakap' yang banyak menyita perhatian di jagat dunia nyata dan maya di Tanah Air pada 2021.

Betapa tidak, belasan santriwati anak didiknya di sebuah boarding school di Kota Bandung, jadi kebuasan nafsu birahinya. Ironisnya lagi, paling tidak, sebilan santriwati yang jadi pemuas syahwatinya itu telah melahirkan seorang anak. Bahkan, dua orang santriwati lainnya dikabarkan masih mengandung anak dari penjahat kelamin tersebut.

Maka wajar, bila umpatan dan kutukan tertuju pada tindakan oknum guru yang merudapaksa belasan santriwati tersebut. Dukungan agar aparat penegak hukum memberikan tindakan hukum tegas pun terus mengalir dari berbagai kalangan.

Ada yang memintanya untuk dihukum kebiri, penjara seumur hidup hingga hukuman mata terhadap Herry. "(Hukuman kebiri) ini harus dimulai," tegas sorang legislator.

Meskipun, hukuman jenis ini di kalangan masyarakat, hingga saat ini, masih menuai pro kontra. Ada yang mengatakan itu HAM, ada dokter yang nggak mau melakukan proses kebiri, tapi tak sedikit pulang yang mendukungnya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memang tidak mau banyak berkomentar mengenai kemungkinan pelaksanaan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual. Alasannya, pemangku kebijakan kebiri kimia bukanlah di tangan Kemenkes, melainkan aparat hukum.

Meski demikian, Pemerintah kini tengah mempertimbangkan memberikan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual. Mengutip pernyataan Ketua Perhimpunan Dokter spesialis Andrologi Indonesia (Persandi) Wimpie Pangkahila, sebenarnya undang-undang mengenai kebiri kimia sudah ada, tinggal aturan pelaksanaannya.

"Setelah dihukum penjara, dikenakan hukuman kebiri kimia. Tujuannya menghilangkan gairah seks dan kemampuan ereksinya, tetapi tentu ada efek samping lainnya," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (10/12).

Efek samping kebiri kimia di antaranya bisa bertambah gemuk, otot berkurang, tulang keropos, anemia, perasaan labil, cemas, hingga daya ingat terganggu. Terkait lama dampak, hal itu tergantung berapa lama kebiri kimia diberikan.

Sudah ada beberapa negara yang memberlakukan hukuman itu. Negara tersebut di antaranya Pakistan, Cekoslovakia, Amerika Serikat (AS), Ukraina, Nigeria, hingga Korea Selatan. "Bahkan Ceko telah memberlakukan operasi," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI) tersebut.

Hingga saat ini, hukuman kebiri kimia memang belum dilakukan di Indonesia. Ini karena, belum ada kesamaan pendapat siapa yang melakukannya. "Eksekusi hukum kebiri kimia di Indonesia belum pernah dilakukan. Pihak IDI dengan pemerintah atau eksekutor belum ada kesamaan pendapat tentang siapa eksekutornya," ujar Anggota Dewan Pakar PB IDI Danardi Sosrosumihardjo saat dihubungi Republika, Jumat (10/12).

Hukuman kurang berat

Kasus kekerasan seksual justru semakin mencuat dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu alasannya, adalah hukuman yang kurang berat bagi pelaku. Buktinya, saat kasus oknum guru HW ini belum klar status hukumnya, kasus serupa muncul juga di Kota Depok.

Pelakunya lagi-lagi oknum guru yang diduga telah melakukan pencabulan terhadap 15 orang anak di bawah umur di Kelurahan Kemirimuka, Kecamatan Beji. Kasus ini masih ditangani Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro (Polrestro) Depok. Semoga hukuman yang dijatuhkan kepadanya pun bisa membuat jera predator-predator lain.

Memang, tak dipungkiri, dalam putusan akhir di pesidangan, para penjahat kelamin ini kerap dijatuhi hukuman ringan. Hal inilah yang membuat banyak pelaku kekerasan seksual tak jera dengan hukuman yang ada saat ini. "Ini masalah memang sudah darurat. Kalau menurut saya pemberatan itu bukan hanya dengan kebiri, tapi juga sampai hukuman mati," ujar anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid dalam satu kesempatan.

Paduan kedua hukuman tersebut juga dapat dikenakan kepada para pelaku kekerasan seksual, terutama pemerkosaan. Apalagi, tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ya, sudah saatnya sanksi tegas tersebut perlu diterapkan agar timbulkan efek jera. Selain itu, sanksi tegas juga sekaligus memberikan pesan yang sangat kuat kepada pelaku perilaku seksual menyimpang.

Hal itu pun sesuai dengan harapan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang meminta aparat penegak hukum untuk menuntut maksimal dan hakim di pengadilan memutuskan vonis setinggi-tingginya. Ini agar ukuman maksimal penjara seumur hidup dan kebiri kimia bagi oknum guru, agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat, jangan sekali-sekali meniru perbuatan hina itu.

Ya, sebagai seorang guru, semestinya menjadi teladan, digugu lan ditiru, serta membangun karakter bagi muridnya. Pesantren atau lembaga pendidikan, juga seharusnya menjadi ruang yang aman, nyaman, dan sehat untuk proses mendukung tumbuh kembang anak secara individual, intelektual, spiritual, dan sosial, bukan sebaliknya.

Namun, di sisi lain, pihak-pihak terkait pun harus segera memberikan perlindungan bagi anak-anak korban perkosaan tersebut. Kepada media pun diharapkan lebih bijak dalam menulis pemberitaan terkait identitas korban untuk tidak dipublikasi. Hal tersebut agar mental korban tidak terbebani dengan pemberitaan tersebut.

Maka kini, kita tinggal melihat sikap aparat penegak hukum menyangkut hukuman yang akan dijatuhkan kepada para pelaku kejahatan seksual tersebut. Hukuman kebiri, penjara seumur hidup ataukan hukuman mati! Mari kita tunggu bersama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement