Rabu 15 Dec 2021 15:57 WIB

Mochtar Kusumaatmadja dan Kedaulatan Maritiim Indonesia

Mochtar Kusumaatmadja berperan besar dalam kedaulatan martim Indonesia

Mochtar Kusumaatmadja berperan besar dalam kedaulatan martim Indonesia. Prajurit TNI mengusung peti jenazah dari mantan Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Mochtar Kusumaatmadja berperan besar dalam kedaulatan martim Indonesia. Prajurit TNI mengusung peti jenazah dari mantan Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Setiap 13 Desember bangsa Indonesia memperingati Hari Nusantara. Peringatan itu merupakan penghormatan kepada jasa Kabinet Juanda, yang pada 13 Desember 1957, mendeklarasikan batas kedaulatan laut nasional sepanjang 12 mile dari garis pantai terluar. Dan, terutama laut pedalaman menjadi wilayah kedaulatan Indonesia secara utuh. 

Guru besar ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono, mengatakan kabinet Juanda berjasa dengan Deklarasi Juanda yang mengubah luas laut Indonesia. 

Baca Juga

Sebelumnya, Indonesia waktu itu menggunakan Ordinansi Belanda pada 1939, untuk menentukan batas laut, territorial Hindia Belanda adalah 3 mile diukur dari garis air surut dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan.  

Deklarasi Juanda yang diumumkan kepada dunia pada 13 Desember 1957 tersebut, bertujuan untuk membendung kehadiran Angkatan Laut Belanda yang mondar-mandir di Laut Jawa. Mereka berusaha mempertahankan kekuasaannya, dengan menghadirkan armada perang di laut pedalaman nusantara. 

Saat itu armada perang pemerintah yang minim tak mampu menandingi Belanda. Selain itu, pelayaran kapal-kapal perang itu legal karena berada di perairan nusantara. Deklarasi Juanda mengubah segalanya. Deklarasi itu mengubah konsep tradisional yang berpandangan teritorial terpaku pada daratan.

“Bangsa ini berterimakasih kepada Profesor Mochtar Kusumaatmadja, yang dengan pemikirannya berhasil menerapkan prinsip ‘Tanah’ Air atau konsep konsep 'nusantara' yang memandang kedaulatan darat (kepulauan) dan laut sebagai satu kesatuan,” papar Singgih.  

Menurut Singgih yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia, konsep Wawasan Nusantara berawal dari upaya Profesor Mochtar yang pada waktu itu menyadari betapa pentingnya kesatuan negara Indonesia, untuk menetapkan batas teritorial laut Indonesia melalui Deklarasi Djuanda pada 1957. 

Setelah melalui perjuangan yang panjang akhirnya pada 1982 konsep Wawasan Nusantara yang dianggap sepadan dengan konsep Archipelagic State menjadi bagian integral dari United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS).  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement