REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) telah memulai pembahasan. Dalam draf tersebut, nantinya akan ada pemerintahan khusus ibu kota negara yang akan diatur dalam undang-undang tersebut.
Persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara akan dilaksanakan oleh pihak yang disebut sebagai Otorita IKN. Hal tersebut tertera dalam Pasal 1 ayat (1), berbunyi "Otorita Ibu Kota Negara yang selanjutnya disebut Otorita IKN adalah lembaga pemerintah setingkat kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN […]".
Dalam Pasal 1 ayat (2), Otorita IKN akan dipimpin oleh seseorang yang akan disebut sebagai Kepala Otorita IKN. Posisi tersebut berkedudukan setingkat menteri yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi pemindahan ibu kota negara.
Adapun dalam Pasal 24 ayat (1), mengatur sumber pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara. Dalam poin a, sumber pendanaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sedangkan dalam ayat (2), pemerintahan khusus IKN dapat melakukan pemungutan pajak dan/atau pungutan khusus IKN. Lalu dalam ayat (3) berbunyi, "Pajak dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, berlaku secara mutatis mutandis sebagai pajak dan pungutan khusus IKN […].
Selanjutnya, ayat (4) berbunyi, "Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.
Ihwal pungutan khusus IKN disorot secara khusus oleh pakar ekonomi, Anggito Abimanyu. Pasalnya, pungutan khusus tak memiliki kedudukan hukum dan justru akan membebani masyarakat.
"Kalau pungutan harus ada undang-undangnya, Pak, karena dia menambah beban negara, menambah beban masyarakat. Jadi harus ada ketentuannya," ujar Anggito dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Pansus RUU IKN, Kamis (9/12).
"Makanya itu (pungutan khusus IKN) rancu, nah dia disebutkan boleh memberikan pungutan khusus IKN. Jadi itu tidak ada kedudukan hukumnya," sambungnya.