Pasalnya, PKL di sepanjang trotoar Malioboro juga menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Malioboro. Tidak hanya sebagai tempat wisata, namun jantung Yogyakarta tersebut juga dibuka sebagai pusat perekonomian.
"Malioboro bukan hanya milik PKL, tapi milik masyarakat semuanya. Menghilangkan ciri khas itu tidak, masih juga PKL tapi ditata di sebuah shelter yang lebih permanen. Lebih kita itu menata dan ini ada tujuannya yaitu bagaimana kita menaik kelaskan UMKM," jelasnya.
Menurut Siwi, suasana Malioboro yang saat ini tidak tertata dengan baik tidak memberikan kenyamanan, baik bagi pedagang maupun pengunjung. Hal ini juga dinilai dapat menjadi salah satu sumber penularan Covid-19 mengingat ramainya Malioboro dikunjungi oleh wisatawan saat ini
"Sekarang hiruk-pikuk disana, iya (PKL di trotoar menjadi) daya tarik, tapi daya tarik itu apakah memang menarik atau menjadi bagian yang justru menurut saya di dalam wisata itu bicara kualitas bukan kuantitas. Di Malioboro untel-untelan kan malas jadinya ke Malioboro, tapi saat kita nyaman, kita bisa menikmati, dan ini bagian yang sebetulnya kita berproses disana (untuk penataan)," katanya.