Kamis 02 Dec 2021 10:49 WIB

BKKBN Edukasi Faktor Maternal dan Anak Penyebab Stunting

Bayi yang lahir sehat tidak otomatis aman dari stunting

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Budi Raharjo
Relawan mengantarkan olahan makanan bergizi dengan Motor Gizi Makanan Sarat Gizi (Mozi Masagi) di Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (10/9/2021). Program Mozi Masagi untuk ibu dan bayi dalam rangka Aksi Peduli Dampak Corona (APDC) tersebut guna menekan angka stunting di Kabupaten Garut yang menempati peringkat tiga di Indonesia.
Foto: Antara/Candra Yanuarsyah
Relawan mengantarkan olahan makanan bergizi dengan Motor Gizi Makanan Sarat Gizi (Mozi Masagi) di Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (10/9/2021). Program Mozi Masagi untuk ibu dan bayi dalam rangka Aksi Peduli Dampak Corona (APDC) tersebut guna menekan angka stunting di Kabupaten Garut yang menempati peringkat tiga di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengedukasi masyarakat mengenai faktor penyebab stunting dari sisi maternal dan anak. BKKBN berharap edukasi ini dapat mencegah kasus bayi stunting.

Kepala BKKBN Dr (HC) dr Hasto Wardoyo Sp OG (K) menyebut banyak faktor penyebab stunting, diantaranya kekurangan gizi pada sebelum maupun saat kehamilan. Kalau selama kehamilan asupan gizi ibu memadai dan menerapkan pola hidup bersih, maka resiko stunting semakin kecil.

"Sebaliknya, bayi yang lahir sehat tidak otomatis aman dari stunting misalnya karena tidak diberikan ASI eksklusif, bayi mengalami diare dan masalah kesehatan lainnya. Untuk itu, catin (calon pengantin) perlu sekali mengetahui status gizi dan cara merawat bayi dengan benar," kata dokter Hasto dalam paparannya, Kamis (25/11).

Dokter Hasto juga mengingatkan bahwa catin wanita yang mengalami anemia turut mempengaruhi potensi bayi stunting. Anemia terjadi ketika kadar protein dalam sel darah merah atau yang biasa disebut hemaglobin(Hb) bernilai kurang dari 12mg/dl. Catin wanita yang anemia umumnya akan cepat mengalami 5L (lesu, letih, lemah, lunglai, lelah).

"Akibat ibu hamil yang anemia ialah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), bayi prematur, pertumbuhan janin terhambat, resiko pendarahan saat melahirkan, bayi mengalami kelainan bawaan, bayi anemia," ujar dokter Hasto.

Selain itu, paparan asap rokok turut mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan bayi karena mengganggu proses penyerapan gizi. Bahkan bayi berpotensi lahir dalam keadaan prematur dan BBLR. Dokter Hasto menekankan, merokok membebani ekonomi keluarga hingga mempengaruhi belanja makanan bergizi.

"Apa artinya? jika berhenti beli rokok, kesempatan keluarga untuk belanja makanan bergizi menjadi lebih besar," ucap dokter Hasto.

Di sisi lain, dokter Hasto menyoroti pentingnya persiapan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) agar memiliki anak sehat dan berkualitas. 1.000 HPK merupakan periode emas pertumbuhan dan perkembangan janin hingga anak berusia 2 tahun. Sepanjang periode itu, calon ibu wajib mengonsumsi makanan minuman bergizi dan aman.

"Selain asupan gizi, catin harus menjaga kebersihan lingkungan, diantaranya mempraktekkan perilaku cuci tangan pakai sabun dan buang air besar di jamban yang sehat," imbau dokter Hasto. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement