Kamis 25 Nov 2021 20:25 WIB

Dedi Mulyadi Sebut Ada Sesat Pikir dalam Memahami Kebudayaan

Penyesatan itu adalah memahami kebudayaan itu hanya sebagai kesenian.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Penerima Satyalancana Kebudayaan, Dedi Mulyadi, merasa saat ini ada sesat pikir tentang kebudayaan.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Penerima Satyalancana Kebudayaan, Dedi Mulyadi, merasa saat ini ada sesat pikir tentang kebudayaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerima Satyalancana Kebudayaan, Dedi Mulyadi, merasa saat ini ada sesat pikir tentang kebudayaan. Dedi mengungkapkan, kebudayaan yang merupakan sebuah sistem nilai yang membentuk karakter suatu bangsa kini dipahami hanya sebatas pertunjukan kesenian.

"Penyesatan itu adalah memahami kebudayaan itu hanya sebagai kesenian. Kemudian memahami kebudayaan menjadi pertunjukan kesenian. Jadi, berpihak pada kebudayaan adalah berpihak pada kesenian. Menurut saya, bukan (seperti itu)," ujar Dedi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Jakarta, Kamis (25/11).

Menurut Dedi, kebudayaan yang sebenarnya adalah sebuah sistem nilai yang membentuk karakter suatu bangsa. Karena itu, dia mengatakan, dunia pertanian, arsitektur, dan karakteristik lainnya yang bangsa ini miliki adalah bagian dari kebudayaan yang menjadi kekayaan bagi Indonesia.

"Sehingga saya ngajak, walaupun nanti ada di PUPR pembangunannya, sekolah-sekolah harus mulai diarahkan tidak boleh lagi ada penyeragaman. Tetapi sekolah-sekolah itu sesuai dengan culturenya,\" kata dia.

Dia memberikan contoh, bisa jadi ke depan rumah adat yang beragam di setiap daerah dapat menjadi ciri dari sekolah. Lalu, pengenalan makanan-makanan khas di setiap daerah kepada peserta didik juga dapat dilakukan agar membangkitkan kreativitas mereka. Jika itu dilakukan, kata dia, Indonesia tidak akan kehilangan keanekaragamannya.

"Dan kegagalan kita selama ini adalah memahami kebudayaan menjadi kesenian, bukan inti dari sebuah peradaban. Sehingga mudah-mudahan pemberian Satyalancana ini menjadi motivasi bagi saya untuk terus mengembangkan pembangunan yang berbasis kebudayaan," ungkap dia.

Dedi mendapatkan penghargaan itu atas keberhasilannya menata pembangunan berbasis kearifan lokal. Pembangunan yang dilakukan itu, yakni pembangunan Taman Air Mancur Sri Baduga Maharaja, Bale Panyawangan Diorama Sunda, Indung Rahayu, ayang nusantara, Taju Gede Cilodong, dan membangun sekolah kahuripan padjadjaran.

Terkait pembangunan sekolah berdasarkan ciri khas di daerah masing-masing, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, menyampaikan, apa yang disampaikan oleh Dedi sudah diadopsi oleh pihaknya. Namun, kata dia, bukan hal yang mudah ketika bicara pembangunan sekolah secara keseluruhan.

"Ketika bicara tentang pembangunan sekolah secara keseluruhan, itu kita bicara tentang ribuan sekolah karena sistemnya tidak mudah bisa dibilang. Cuma, arah pemikiran yang tadi disampaikan oleh Pak Dedi itu juga memang sudah diadopsi oleh kementerian,\" kata Hilmar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement