Rabu 24 Nov 2021 21:03 WIB

Isu Ideologi Bukan Penghambat Vaksinasi Covid-19

Berdasarkan studi, isu ideologi bukan alasan masih ada masyarakat belum divaksinasi.

Warga melintas di depan mural bertema COVID-19 di Tanah Tinggi, di Kota Tangerang, Banten, Senin (22/11/2021). Menurut data Satgas COVID-19 per tanggal 22 November 2021 pukul 18.00 WIB, sebanyak 135 juta masyarakat telah mengikuti vaksin tahap pertama dan 89 juta orang sudah mendapat vaksin dosis kedua dari target 208 juta orang untuk sasaran vaksin nasional.
Foto: ANTARA/Fauzan
Warga melintas di depan mural bertema COVID-19 di Tanah Tinggi, di Kota Tangerang, Banten, Senin (22/11/2021). Menurut data Satgas COVID-19 per tanggal 22 November 2021 pukul 18.00 WIB, sebanyak 135 juta masyarakat telah mengikuti vaksin tahap pertama dan 89 juta orang sudah mendapat vaksin dosis kedua dari target 208 juta orang untuk sasaran vaksin nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah

Yayasan Sinergi Vaksin Merdeka baru-baru ini menggelar studi terkait program vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Berdasarkan hasil studi, masih adanya masyarakat yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 bukanlah karena masalah ideologi.

Baca Juga

"Media sosial masih terjebak percakapan dan isu bahwa ada warga yang enggan divaksin karena urusan ideologis. Padahal, tidak sama sekali," kata Ketua Devie Rahmawati, dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (24/11).

Dari studi yang pihaknya lakukan, keenggenan masyarakat untuk divaksinasi karena persoalan teknis. Bahkan, ia menyebutkan di kota besar juga muncul maslaah-masalah teknis yang menghambat vaksinasi.

Di antaranya masalah adalah tidak ada kendaraan untuk mencapai pusat lokasi vaksinasi yang dilakukan terpusat. Apalagi, ia menyebut kondisi geografis Indonesia saat ini tentu menantang.

Selain itu, Devie menyebut ada juga masyarakat yang tidak punya waktu untuk mengikuti vaksinasi. Tempat vaksinasi yang terpusat membuat peserta vaksinasi menghabiskan banyak waktu dalam antrean sehingga buat sebagian masyarakat situasi itu menyulitkan.

"Bagi saudara kita yang memiliki pendapatan harian maka tentu saja menyulitkan (tak bisa mencari uang karena harus diantre vaksin)," ujarnya.

Oleh karena itu, Devie mengaku pihaknya bekerja sama dengan Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan lebih dari 25 pemangku kepentingan kemudian menemukan salah satu metode agar masyarakat mudah divaksin. Ibaratnya hanya melangkah sedikit saja di luar rumah bisa langsung menerima vaksin.

"Itu semua bisa diatasi. Formulanya adalah tiga K yaitu kedermawanan, kerelawanan, dan kepemimpinan," ujarnya.

Dalam kerelawanan, dia melanjutkan, pihaknya bersama polisi telah menerjunkan 4.500 relawan selama 17 hari penuh. Akhirnya, dia menyebutkan, vaksinasi bisa dilakukan di 900 titik. Pihaknya optimistis jemput bola ini bisa diakses semua warga. Bahkan lokasi vaksinasi ada yqng ditempatkan di rumah, pos siskamling.

"Ini bisa terjadi karena kepemimpinan yang kuat dari kepolisian," katanya.

 

 

Lewat metode 'jemput bola', pihaknya juga mudah mengidentifikasi warga yang masih tidak mau divaksin. Lebih lanjut ia mengatakan, kesuksesan vaksinasi di Indonesia saat ini tentunya harus dibanggakan karena berkat kerja keras daerah dan seluruh masyarakat di Indonesia dan semua komponen bangsa sehingga vaksinasi berjalan lancar.

"Karena ada kerja keras, kerja ikhlas, kerja tuntas semua pihak yang terjun. Ini jadi jurus yang paling efektif, seharusnya kita tinggal meneruskan kerja hebat ini," ujarnya.

Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan saat ini telah terjadi peningkatan antusiasme masyarakat dalam menjalani vaksinasi Covid-19. Kondisi ini adalah hal sangat positif jika dibandingkan pada awal program vaksinasi dijalankan.

"Akhir-akhir ini antusiasme masyarakat tentang keikutsertaan dalam program vaksinasi ada peningkatan dibandingkan awal-awal," kata Ketua PPNI Harif, Rabu.

Peningkatan antusiasme itu dapat meringankan pekerjaan para tenaga kesehatan yang tetap menjalankan pelayanan kesehatan, tapi juga bertugas sebagai vaksinator. Terkait sosialisasi dan edukasi masyarakat untuk program vaksinasi Covid-19, dia menekankan perlu dilakukan sampai ke tingkat pemahaman untuk dapat terus meningkatkan jumlah masyarakat yang mendapatkan vaksin.

"Tantangan utama dalam vaksinasi ini adalah tentang sejauh mana pemahaman masyarakat dapat menerima vaksin dengan baik. Karena itu edukasi masyarakat bukan sekadar memberikan informasi tapi informasi itu akan dapat diinternalisasi kemudian dipahami dan untuk segera diikuti," jelasnya.

Untuk mencapai sosialisasi yang memberikan pemahaman akan pentingnya vaksin, terutama yang menyasar masyarakat di daerah pedalaman dan terpencil, diperlukan kolaborasi dan sinergi antara para pemangku kepentingan. Hal itu karena tidak hanya isu akses, transportasi dan informasi tidak benar atau hoaks, vaksinasi di wilayah terpencil juga memerlukan pemberian informasi yang memberikan pemahaman tentang vaksinasi dan manfaat yang diterimanya.

Kurangnya pemahaman itu, kata dia, terkadang berkaitan dengan budaya yang ada di wilayah-wilayah pedalaman. Untuk itu, pemberian pemahaman perlu dilakukan dengan kerja sama berbagai pemangku kepentingan untuk menyampaikan informasi yang benar.

In Picture: Capaian Vaksinasi Covid-19 di DKI Jakarta

photo
Tenaga kesehatan menyuntikan Vaksin Covid-19 dosis kedua pada warga di Puskesmas Cilandak Timur, Jakarta, Senin (22/11). Vaksinasi tersebut diberikan kepada warga DKI Jakarta dengan kuota per hari sebanyak 200 orang, sementara itu vaksinasi di DKI Jakarta telah mencapai 8,84 juta warga yang mengikuti vaksinasi dosis kedua, diantaranya 70 persen merupakan warga ber-KTP DKI dan 30 persen warga KTP Non DKI dan untuk vaksinasi dosis pertama jumlahnya mencapai 11,04 juta warga yang daintaranya 67 persen merupakan warga ber-KTP DKI dan 33 persen warga KTP Non DKI. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement