Rabu 24 Nov 2021 01:00 WIB

Seksualitas Seseorang adalah Privasi

RUU TPKS penting untuk memberikan keadilan bagi para korban yang kerap termarginalkan

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Korban perkosaan (ilustrasi)
Foto: Blogspot.com
Korban perkosaan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) merupakan regulasi yang dibentuk untuk mencegah dan memberikan payung hukum kepada korban kekerasan seksual. Bukan mengatur seksualitas seseorang, seperti aktivitas dan minat seksualnya.

"Gini, seksual itu privasi. Itulah puncaknya private. Yang diatur oleh negara ini adalah tindakan kekerasan yang kebetulan objeknya seksualitas," ujar Ketua panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/11).

Dia mengatakan, negara tak bisa mengintervensi seksualitas seseorang karena hal tersebut merupakan ranah privasi. Adapun RUU TPKS bertujuan untuk mencegah kekerasan seksual dan melindungi para korbannya.

"Tidak bisa negara intervensi, nah ini yang kemudian menjadi biar kita tidak menyatukan minyak dan air ya. Sama-sama melihat secara objektif dan profesional," ujar Willy.

Panja RUU TPKS, tengah berusaha mencari solusi atas perbedaan pendapat terkait poin-poin yang ada di dalamnya. Meskipun, dia belum dapat memastikan, kapan draf RUU tersebut dapat disahkan dalam rapat paripurna DPR.

"Kita sedang menunggu saja, kita belum bisa memastikan sesuai dengan tanggal 25 (November). Saya tentu masih komunikasi kiri dan kanan, kalau bisa dengan jadwal 25 November alangkah lebih bagus," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.

Dia menjelaskan, RUU TPKS tegas tak mengatur seks bebas dan bertujuan untuk memberikan payung hukum kepada korban kekerasan seksual. RUU ini, dinilainya, penting untuk memberikan keadilan bagi para korban yang kerap termarginalkan.

"Saya ajak kita membutuhkan payung hukum untuk melindungi si korban dan payung hukum untuk para penegak hukum bisa bertindak itu saja, kita tidak neko-neko," ujar Willy.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Permendikbud) Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, kata Willy, menjadi bukti diperlukannya payung hukum bagi korban kekerasan seksual. Sejak terbitnya peraturan tersebut, banyak korban kekerasan seksual di lingkungan kampus mulai berani mengungkapkannya.

"Kehadiran Permendikbud bisa menyelesaikan persoalan, dengan locus (kedudukan) tertentu kita butuh locus yang lebih luas. Kita butuh kolong langit ini jadi aman dan tidak ada predator (seksual)," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement