REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Capaian Universal Health Coverage (UHC) Kota Bandung banyak dilirik sebagai percontohan oleh daerah lain di Tanah Air. Akhir pekan lalu, BPJS Kesehatan Cabang Bandung menerima kunjungan studi banding anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang terkait kepesertaan JKN-KIS.
Dalam studi banding itu, DPRD Kota Padang ingin bercermin dari Kota Bandung dalam mengatasi permasalahan warga tidak mampu yang tidak masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), agar dapat menjadi kepesertaan JKN-KIS.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandung Muhammad Fakhriza mengapresiasi dan menyambut baik kunjungan tersebut. Kata dia, Kota Bandung sudah mencapai UHC sejak 1 Januari 2018. Menurut dia, hal tersebut tidak lepas dari sinergi pemerintah daerah, BPJS Kesehatan, dan para pemangku kepentingan.
Sinergitas tersebut, lanjut dia, hingga bermuara pada proses pembiayaannya. ‘’Capaian UHC Kota Bandung sangat didukung penuh oleh Pemkot Bandung,’’ ujar Fakhriza.
Salah satu bentuk dukungannya, sebut dia, yakni dengan diterbitkannya Peraturan Wali Kota Nomor 1457 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan untuk Penduduk Kota Bandung. Dengan telah dicapainya UHC, masyarakat Kota Bandung memiliki kepastian jaminan kesehatan.
Bahkan, papar Fakhriza, jika ada warga yang belum terdaftar JKN-KIS, Pemkot Bandung dapat mendaftarkan penduduknya dengan kepesertaan langsung aktif, tanpa harus menunggu 14 hari.
Dikatakan Fakhriza, bagi warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan, pendaftaran dapat dilakukan di Puskesmas atau rumah sakit. Sementara untuk warga yang sehat, dapat didata melalui Musyawarah Kelurahan (Muskel), lalu kemudian diteruskan ke Dinas Sosial Kota Bandung agar didata sebagai masyarakat miskin melalui surat keputusan wali kota.
‘Untuk didaftarkan dalam program JKN-KIS sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah/Bukan Pekerja (PBPU-BP), syaratnya hanya kesediaan warga terdaftar di kelas 3,” tambahnya.
Salah satu anggota DPRD Kota Padang Elly Trhisyanti menyatakan, sesuai Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2021, untuk penerima bantuan dari pemerintah wajib masuk dalam DTKS. Pada kenyataannya, untuk DTKS ini masih banyak terdapat kekeliruan dan tidak tepat sasaran.
Oleh karenanya, kata Elly, kunjungan ke BPJS Kesehatan Bandung diinisiasi untuk melihat pola yang berlaku di Kota Bandung, dalam mengatasi warga yang tergolong tidak mampu namun termasuk non DTKS. “Selama ini, BPJS Kesehatan ikut merasakan jeritan masyarakat yang tidak mampu, namun kondisinya sakit dan membutuhkan pelayanan kesehatan,’’ ujarnya saat berkunjung ke Bandung.
Untuk itu, pihaknya ingin mempelajari formula agar jaminan kesehatan dapat diakses secara merata. Dipaparkan dia, peran Kepala Daerah sangat penting dalam membuat kebijakan dan gebrakan untuk masyarakat.
‘’Tentu, saya rasa UHC sangat membantu dalam penanggulangan masalah jaminan kesehatan bagi masyarakat,” tandasnya.