Jumat 19 Nov 2021 07:25 WIB

Tak Ada Alasan tidak Terapkan Hukuman Mati Koruptor

Negara dapat mencabut HAM setiap orang apabila orang tersebut melanggar UU.

Jaksa Agung ST Burhanuddin
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Jaksa Agung ST Burhanuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi memiliki beberapa persoalan. Salah satunya, penolakan dari para aktivis hak asasi manusia (HAM).

Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, aktivis HAM mendapat dukungan dari dunia internasional yang mendorong setiap negara untuk menghapus regulasi hukuman mati. Dengan dalih jika hak hidup merupakan hak mutlak yang tidak dapat dicabut oleh siapa pun kecuali oleh Tuhan.

"Penolakan para aktivis HAM ini tentunya tidak dapat kita terima begitu saja. Sepanjang konstitusi memberikan ruang yuridis dan kejahatan tersebut secara nyata sangat merugikan bangsa dan negara, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerapakan hukuman mati," kata Burhanuddin dalam webinar yang digelar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman secara daring, Kamis (18/11).

Burhanuddin mengatakan, perlu disadari bahwa eksistensi 'hak asasi' haruslah bergandengan tangan dengan 'kewajiban asasi'. Dengan kata lain, negara akan senantiasa melindung hak asasi setiap orang. Namun, di satu sisi, orang tersebut juga memiliki kewajiban untuk menghormati hak orang lain.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, peletakan pola dasar hukum Pancasila dengan menekankan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan sebuah keharusan agar tercipta tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. "Dalam Pasal 28 I Ayat (1) UUD 1945, hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun," katanya.

Namun, dia melanjutkan, jika dilihat dari sistematika penyusunan pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan HAM di dalam UUD 1945, akan tampak adanya suatu pembatasan HAM yang tertuang di pasal penutupnya. Ketentuan dalam Pasal 28 J ayat (1) UUD 1945 telah mewajibkan setiap orang untuk menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Baca juga : Pengamat: HRS Kemungkinan Mendukung di Pilpres 2024

Kemudian dalam pasal penutup HAM, yaitu di Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945, menegaskan jika HAM dapat dibatasi dan bersifat tidak mutlak. "Negara dapat mencabut HAM setiap orang apabila orang tersebut melanggar undang-undang," kata Burhanddin menegaskan.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945 tersebut, penjatuhan sanksi pidana mati untuk koruptor yang selama ini terhalangi oleh persoalan HAM dapat ditegakkan. 

Persoalan lain dalam penerapan hukuman mati terhadap koruptor, adanya pandangan yang menghendaki dihapuskannya sanksi pidana mati dengan argumentasi bahwa adanya sanksi pidana mati tidak menurunkan kuantitas kejahatan.

Pandangan tersebut 'dilawan' oleh Burhanuddin dengan sebuah pertanyaan serupa secara a contrario, yaitu apabila sanksi pidana mati untuk koruptor dihapuskan, apakah lantas akan terjadi penurunan kuantitas tindak pidana korupsi?"

"Mengingat perkara korupsi belum ada tanda-tanda hilang dan justru semakin meningkat kuantitasnya, maka sudah sepatutnya kita melakukan berbagai macam terobosan hukum sebagai bentuk ikhtiar pemberantasan korupsi," kata Burhanuddin.

Baca juga : Kisah Bawang Goreng Kiai Ahmad Dahlan

Meski begitu, Burhanuddin menyebutkan, penerapan hukuman mati bagi para koruptor perlu dikaji lebih dalam untuk memberikan efek jera. Selama ini kejaksaan telah melakukan beragam upaya penegakan hukum. 

Misalnya, menjatuhkan tuntutan yang berat sesuai tingkat kejahatan, mengubah pola pendekatan dari follow the suspect menjadi follow the money dan follow the asset, serta memiskinkan koruptor.

Namun, ternyata efek jera hanya mengena para terpidana untuk tidak mengulangi kejahatan. Efek jera ini belum sampai ke masyarakat, karena koruptor silih berganti, dan tumbuh di mana-mana.

 

 
photo
ilustrasi:buronan koruptor - Sejumlah massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Tagih Janji (Gergaji) melempar tomat busuk ke spanduk bergambar puluhan wajah koruptor. - (ANTARA/Oky Lukmansyah)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement