REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menegaskan, pegawai negeri sipil (PNS) atau ASN aktif memang dilarang menerima bantuan sosial (bansos). Tjahjo menyampaikan hal ini seusai Kementerian Sosial (Kemensos) menemukan hampir 29 ribu PNS aktif ikut menerima bansos.
Tjahjo menjelaskan, ketentuan pertama yang harus jadi acuan adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Nontunai. Perpres itu menyebutkan bahwa penerima bansos adalah seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat miskin yang tidak mampu dan/atau rentan terhadap risiko sosial.
Lebih lanjut, kata Tjahjo, hal ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial pada Pasal 2. PP itu menyebutkan bahwa bansos diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak dan memiliki kriteria masalah sosial, seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, dan penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
Tjahjo menyebut, dua produk hukum itu memang tak menyebut secara spesifik bahwa pegawai ASN dilarang menerima bansos. "Meski demikian, pada dasarnya pegawai ASN merupakan pegawai pemerintah yang memiliki penghasilan tetap (gaji dan tunjangan dari negara). Oleh karena itu, pegawai ASN tidak termasuk dalam kriteria penyelenggaraan kesejahteraan sosial," kata Tjahjo dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (18/11).
Tjahjo juga menyampaikan ihwal sanksi bagi ASN yang menerima bansos. Sebelum hukuman diberikan, kata dia, pemerintah daerah/pihak terkait lainnya harus merivisi terlebih dahulu mekanisme/proses penetapan data penerima bansos. Sehingga dapat dilakukan validasi dan verifikasi penerima bansos yang memang berhak.
Selanjutnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini harus menyiapkan data lengkap PNS yang terindikasi menerima bansos. Mulai dari NIP, instansinya, hingga lokasinya. Setelah itu, barulah bisa PNS itu bisa dilaporkan kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) masing-masing instansi untuk diinvestigasi. Penyidikan oleh PPK bertujuan untuk memastikan apakah PNS itu dengan sengaja atau tidak melakukan tindakan kecurangan ataupun penyalahgunaan wewenang dalam menetapkan/memasukkan dirinya sebagai penerima bansos.
Bagi yang terbukti menyalahgunakan wewenang, dapat dikenai sanksi. Pelaku dapat dapat diberikan hukuman disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. "Termasuk (sanksi) pengembalian uang bansos," kata Tjahjo menegaskan.
Sebelumnya, Kemensos melakukan verifikasi data penerima bansos dan berhasil menemukan 31.624 PNS yang ikut menerima bansos. Lalu, Kemensos menyerahkan data itu ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) untuk dilakukan pengecekan ulang. Hasilnya, BKN memastikan 28.965 di antaranya adalah PNS aktif. Sisanya adalah pensiunan PNS.
Risma menyebut, hampir 29 ribu PNS aktif penerima bansos itu tersebar di berbagai instansi/lembaga di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. "Ada yang profesinya sebagai dosen, ada yang tenaga medis, dan sebagainya," ujar Risma.
Risma pun menegaskan bakal menghentikan bansos untuk hampir 29 ribu PNS itu. Namun, penghentian bansos untuk PNS aktif ini bakal ditentukan oleh pemerintah daerah (pemda). Sebab, kelayakan penerima bansos ditetapkan oleh pemda sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.