REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penurunan tingkat kemiskinan ekstrem mencapai 0 persen pada 2024. Sementara pada tahun 2022, angka kemiskinan ditargetkan kembali menjadi 8,5-9 persen.
Berdasarkan roadmap strategi percepatan pengentasan kemiskinan, pada tahun ini pemerintah fokus menjalankan program pengentasan kemiskinan ekstrem di 35 kabupaten kota di 7 provinsi dan masing-masing 5 kabupaten kota di setiap provinsi. Pada 2022, pemerintah memprioritaskan pada 212 kabupaten kota dengan target tingkat kemiskinan ekstrem sebesar 3-3,5 persen.
Pada 2023-2024 pengentasan kemiskinan ekstrem diperluas di 514 kabupaten kota prioritas dengan target tingkat kemiskinan ekstremnya sebesar 2,3-3 persen. Sementara pada 2024, pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen.
Untuk mendukung program pengentasan kemiskinan ekstrem ini, pemerintah akan kembali menyalurkan tambahan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa yang sebesar Rp 300 ribu selama tiga bulan, dengan jumlah sasaran sebanyak 694 keluarga penerima manfaat. “Program yang didorong untuk di tahun ini adalah top up BLT desa sebesar Rp 300 ribu kali 3 bulan, jumlah sasarannya adalah 694 KPM dan ini membutuhkan surat edaran bersama Kemendagri dan Kemendes dan ini penyesuaian PMK sedang disiapkan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas pengentasan kemiskinan ekstrem di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (18/11).
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan tambahan untuk program Kartu Sembako sebesar Rp 300 ribu selama tiga bulan. “Jumlahnya nanti menurut ibu Mensos sekitar 1,4 juta dan ini akan dilaksanakan di akhir atau di awal Desember. Dan kemudian akan ada survei khusus susenas kemiskinan di bulan Desember,” jelas Airlangga.
Kriteria kemiskinan
Kementerian Sosial (Kemensos) telah menetapkan lima aspek dan sembilan kriteria kemiskinan. Kriteria ini untuk memudahkan pemerintah daerah dalam mengidentifikasi dan verifikasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan sosial.
"Yang baru, kita kerja sama dengan Universitas Indonesia (UI), ada sembilan kriteria, sangat simpel sehingga daerah sangat mudah untuk mendeteksinya," kata Mensos Tri Rismaharini saat menggelar konferensi pers di Gedung Kemensos, Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan, lima aspek yang menjadi pedoman klasifikasi dalam menetapkan seseorang berhak menerima Bansos terdiri atas tempat tinggal, pekerjaan, pangan, sandang, dan papan. Sementara sembilan kriteria kemiskinan itu yakni tempat berteduh/tinggal sehari-hari, status pekerjaan, kekhawatiran pemenuhan kebutuhan pangan, pengeluaran pangan lebih dari 70 persen total pengeluaran, pengeluaran untuk pakaian.
Baca Juga:
- 7 Gaya Hidup yang Bikin Kamu Kaya atau Miskin Selamanya
- Cianjur Masuk Lima Kabupaten Berpenduduk Miskin Ekstrem
- Sudah Sholat dan Doa Tetap Miskin Sementara Mereka Kaya?
Kemudian, sebagian besar lantai tempat tinggal terbuat dari tanah, sebagian besar dinding terbuat dari bambu, kawat, atau kayu, lalu kepemilikan fasilitas buang air kecil atau besar, dan sumber penerangan dari listrik dari perusahaan listrik negara 450 watt atau bukan listrik. Menurut dia saat ini masih banyak masyarakat yang tinggal diperkotaan dan memiliki rumah lebih dari 100 meter persegi serta memiliki mobil yang terdata masih mendapat bantuan sosial.
"Sesuai UU 13/2011, data itu dari daerah, jadi data kami kembalikan ke daerah, kemudian daerah mengecek apakah dia layak. Karena ada yang fotonya mohon maaf rumah bagus ada mobil tapi terima (Bansos). Itu kami kembalikan ke daerah karena mereka yang berhak nge-drop," katanya.
Kemensos akan terus melakukan pembaharuan data secara berkala untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima bantuan. Kemensos juga melakukan pemadanan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdaftar di Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri.
Sebelumnya, Mensos menyebut terdapat sekitar 31 ribu aparatur sipil negara (ASN) yang terindikasi menerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial baik itu bantuan Penerima Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). "Jadi data kami setelah kami serahkan ke BKN itu di data yang indikasinya PNS itu ada 31.624 ASN," katanya.
Ia menjelaskan data itu diperoleh saat Kemensos melakukan verifikasi data penerima Bansos secara berkala. Dari 31 ribu itu, 28.965 orang merupakan PNS aktif dan sisanya pensiunan yang sebetulnya tak boleh menerima bansos.
Bahkan, Mensos menyebut profesi ASN yang menerima bansos dari berbagai macam latar belakang, seperti tenaga pendidik, tenaga medis, dan lain sebagainya.