REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) Aziz Yanuar menyatakan, kliennya pantas dibebaskan dari hukuman yang menjeratnya. Dalam waktu dekat ini, Aziz mengungkapkan, tim kuasa hukum HRS akan mengajukan peninjauan kembali (PK).
Pernyataan Aziz menanggapi pemotongan hukuman terhadap kliennya dalam kasus kabar bohong hasil pemeriksaan tes usab Covid-19 di RS UMMI, Bogor, Jawa Barat (Jabar). Pemotongan hukuman terkait dengan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum, dan juga tim kuasa hukum HRS.
"Kami akan mengajukan PK ke Mahkamah Agung RI, karena IB HRS dalam kasus RS UMMI tidak layak dipenjara walau sehari, sebab hanya kasus prokes dan itu pun hanya ucapan "Baik-baik Saja"," kata Aziz dalam keterangan resminya kepada Republika, Selasa (16/11).
Aziz juga menyampaikan, bahwa majelis hakim kasasi sebenarnya sudah mengakui dalam kasus RS UMMI, tidak ada keonaran bila merujuk amar putusan Kasasi. Sehingga, menurutnya, HRS pantas dilepaskan dari hukuman dalam kasus tes Covid-19 di RS UMMI.
"Tidak ada keonaran, kecuali hanya ramai di media massa saja, dan majelis hakim kasasi juga mengakui bahwa kasus RS UMMI hanya merupakan rangkaian kasus prokes Covid-19," ujar Alumnus fakultas hukum Universitas Pancasila tersebut.
Aziz meyakini, dengan pengakuan tersebut semestinya majelis hakim kasasi menggunakan tafsir resmi keonaran dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut. Termasuk tafsir yang sudah tercantum dalam penjelasannya. "Sehingga seyogyanya IB-HRS dibebaskan," ucap Aziz.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memotong masa hukuman terhadap HRS dari empat tahun menjadi hanya dua tahun. Dalam putusan kasasi tersebut, dikatakan alasan objektif para hakim mengurangi masa pemenjaraan HRS karena perbuatannya hanya terjadi di media massa.
Menurut hakim, dari perbuatan Habib Rizieq tersebut, tak memunculkan korban jiwa, fisik, atau kerugian harta benda terhadap pihak-pihak lain. “Oleh karena itu, penjatuhan pidana oleh judex facti kepada terdakwa selama 4 tahun, dipandang terlalu berat. Sehingga pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa patut atau beralasan untuk diperbaiki dengan menjatuhkan pidana yang lebih ringan,” begitu dalam putusan hakim MA.
Hasil kasasi MA tersebut, tertuang dalam putusan 4471 K/Pid.Sus/2021, dan resmi mengubah putusan PT DKI Jakarta 30 Agustus 2021, atau putusan PN Jakarta Timur, 24 Juni 2021 lalu.