REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh menanggapi sanksi mutasi terhadap 8 anggota Polsek Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumatera Utara terkait pemerasan dan pemerkosaan terhadap perempuan berinisial MU. MU merupakan istri tahanan narkoba yang ditangkap saat penggerebekan pada 4 Mei 2021.
Saleh merasa wajar bila pemberian sanksi mutasi ini dipertanyakan masyarakat dari sisi penegakkan hukum. Sebab, aparat kepolisian yang seharusnya bertugas melindungi masyarakat dari kejahatan, justru malah ikut berbuat kejahatan pula dalam aksi penindakan hukumnya.
"Atas semua kejadian yang memperburuk citra polisi akhir-akhir ini, sudah tidak dapat lagi ditoleransi. Setiap pekan, bahkan setiap hari, selalu ada saja oknum yang berbuat tindakan tercela," kata Saleh dalam keterangan pers, Senin (15/11).
Saleh menilai, tindakan lembaga kepolisian memutasi para pelanggar ini bisa “dibenarkan” sebagai upaya permulaan untuk menjalankan proses hukum berdasarkan Perkap Nomor 4 tahun 2020 maupun berdasarkan pada KUHP. Dalam hal ini, alasan mutasi dilakukan untuk memudahkan proses hukum atau menghindari reaksi anarkis pihak yang merasa dirugikan.
"Namun jika memahami Tri Brata kepolisian tentu pemberian sekedar sanksi mutasi kepada 8 aparat kepolisian yang terlibat pemerasan dan pemerkosaan terhadap istri dari tahanan narkoba sungguh membuat kita prihatin. Kedelapan anggota Polri ini melanggar kesemua tuntutan dalam Tri Brata," ujar politikus dari PAN itu.
Saleh meminta, kasus ini menjadi perhatian serius bagi Kapolri. Dia berharap, proses hukum untuk para pelanggar ini segera ditindak lanjuti demi menjaga rasa keadilan, kenyamanan, ketentraman dan ketertiban di masyarakat.
"Jika pihak kepolisian lambat bisa jadi akan menjadi asumsi buruk di masyarakat yaitu pembiaran yang berujung pada ketidakpercayaan kepada lembaga kepolisian," ucap Saleh.