Selasa 09 Nov 2021 06:00 WIB

Rehabilitasi Pengguna Narkoba Dinilai Sebuah Terobosan Baik

Kejagung menggunakan pendekatan rehabilitasi pengguna narkoba.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Rehabilitasi Pengguna Narkoba Dinilai Sebuah Terobosan Baik. Foto: Stop Narkoba (ilustrasi)
Foto:

Dosen Hukum Pidana di Universitas Islam Indonesia (UII) Profesor Mudzakir menilai, Pedoman Jaksa Agung 18/2021 itu, sejatinya realisasi dari aturan internal di kejaksaan sebelumnya, tentang penegakan hukum yang berkeadilan restoratif. “Pedoman tersebut, sebenarnya kelanjutan dari instruksi Jaksa Agung sebelumnya, untuk mengedepankan penegakan hukum yang lebih progresif dan lebih memperhatikan keadilan yang restoratif,” ujar Mudzakir, saat dihubungi, Senin (8/11).

Terkait itu, konteks pemidanaan penjara terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika, selama ini memang tampak tak adil karena mengutamakan hukuman badan berupa pemenjaraan. Dengan adanya Pedoman Jaksa Agung tersebut, menurut Mudzakir, seharusnya berlanjut dengan aturan internal dari Polri, yang juga memastikan perlunya mengubah pola penghukuman terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika dari pemenjaraan, ke hukuman yang lebih tepat, berupa kewajiban merehabilitasi.

“Kalau dilihat dia sebagai pengguna murni, saya kira, cara menghukum dengan mewajibkan rehabilitasi, itu adalah langkah hukum yang bijak, dan lebih adil,” ujar Mudzakir. Karena menurut dia, khusus para pengguna penyalahgunaan narkotika itu, secara konteks pidana, perbuatannya tersebut tak merugikan orang lain. Melainkan, hanya merusak dirinya sendiri. “Dan negara, serta aparat penegak hukum, dalam hal ini Jaksa Agung, sudah tepat jika menginstruksikan jaksa penuntutnya, untuk hanya menuntut pengguna murni narkotika, dengan hukum rehabilitasi,” ujar Mudzakir.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejakgung) tak lagi menjadikan pemidanaan badan, atau pemenjaraan sebagai hukuman terhadap para pelaku, dan pengguna penyalahgunaan narkotika. Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin memerintahkan agar para jaksa penuntut umum (JPU) di seluruh Indonesia menerapkan konsep keadilan restoratif, berupa rehabilitasi dalam setiap penuntutan di pengadilan, bagi para pelaku, dan pengguna penyalahgunaan narkotika.

Perintah Burhanuddin tersebut, tertuang dalam Pedoman Jaksa Agung 18/2021 yang sudah diterbitkan. Pedoman tersebut diterbitkan, dan diterapkan mulai 1 November 2021. Pedoman tersebut, sebagai basis pelaksanaan penuntutan oleh seluruh jaksa, terhadap perkara-perkara yang terkait dengan Undang-undang (UU) 35/2009 tentang Narkotika. Khususnya menyangkut tentang para pelaku penyalahgunaan narkotika, dalam Pasal 127 ayat (1). Selama ini, penjeraan terhadap penyalahgunaan narkotika, dalam pasal tersebut, berorientasi pada penghukuman ke pemenjaraan satu sampai empat tahun.

Orientasi pemenjaraan tersebut, dikatakan Burhanuddin, berujung pada persoalan serius yang dihadapi sistem pemidanaan, dan pelembagaan masyarakat saat ini. Yaitu, dengan penuhnya seluruh fasilitas pemenjaraan di Tanah Air, yang didominasi oleh para narapidana, dari ragam pelaku penyalahgunaan narkotika. Lewat Pedoman 18/2021 tersebut, kejaksaan berinisiatif mengambil langkah progroresif dengan mengubah orientasi penjeraan pelaku penyalahgunaan narkotika, dengan pendekatan keadilan restoratif. 

Yaitu, dengan menjadikan kewajiban rehabilitasi sebagai hukuman dalam setiap penuntutan di pengadilan, bagi para pelaku penyalahgunaan narkotika. Penuntutan tersebut, pun dikatakan Burhanuddin, dengan mengoptimalkan peran lembaga-lembaga, dan pusat-pusat rehabilitasi narkotika. “Jaksa selaku pengendali perkara, berdasarkan asas dominus litis, dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika, melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan,” ujar Burhanuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement