REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Kesadaran Tsunami Sedunia diperingati setiap tanggal 5 November. Peringatan ini dimulai sejak Badan PBB menetapkannya pada Desember 2015 lalu. Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB, Abdul Muhari, mengungkapkan saat ini belum ada alat yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa. Namun, masyarakat bisa tahu adanya potensi gempa di beberapa daerah di Indonesia.
"Hampir seluruh pesisir selatan Jawa merupakan daerah rawan tsunami. Sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa menentukan kapan dan dimana akan terjadi gempa berikutnya, namun kita bisa tahu di selatan jawa ada zona megathrust yang mungkin memiliki potensi gempa besar di masa depan," ungkap Abdul dalam keterangannya, Sabtu (6/11).
Sehingga, bagi warga yang tinggal di pesisir pantai, jika merasakan gempa menerus selama 20 hingga 30 detik baik itu gempa kuat maupun mengayun, langsung lakukan evakuasi. Karena, gempa tersebut mungkin akan menyebabkan tsunami.
"Berikutnya, yang paling penting adalah mitigasi berbasis alam dengan menanam vegetasi di sekitar pantai dan jangan lupa memelihara gumuk pasir yang sudah ada karena dapat berfungsi menjadi hambatan dan mengurangi kecepatan tsunami," tuturnya.
Hal senada diungkapkan, Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan. Ia mengatakan, dengan mengetahui potensi bahaya dan kerentanannya, masyarakat diharapkan sadar akan risiko tsunami.
"Masyarakat juga diharapkan dapat melakukan upaya-upaya mitigasi dan kesiapsiagaan berbasis komunitas guna mengurangi risiko bencana," katanya.
Salah satu langkah upaya mitigasi tsunami bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan tsunami adalah dengan menanam mangrove. Karena, mangrove bisa menjadi pelindung dari terjangan tsunami. Tak hanya itu, intuk mengurangi dampak bencana yang paling penting adalah kesiapsiagaan akan ancaman tsunami.
"Kita tinggal di daerah rawan tsunami, kita harus mengerti harus pergi (evakuasi) kemana, karena selamat adalah hak kita semua, caranya adalah kita harus mempunyai ilmunya dan harus mengerti bagaimana cara, kemudian harus dilatih secara terus menerus," jelasnya.
Ia juga menekankan, penanggulangan bencana tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun daerah, karena bencana adalah urusan bersama seluruh elemen bangsa. Pemerintah pusat dan daerah hanya menjadi penanggungjawab utama untuk penanggulangan bencana.
"lnsya Allah kita bisa menangani bencana dengan baik," ucapnya.
Hal senada diungkapkan, Direktur Kesiapsiagaan BNPB, Pangarso Suryotomo. Ia menyatakan, masyarakat harus dilibatkan dalam meningkatkan kesiapsiagaan bencana. "Semua kegiatan terkait kesiapsiagaan, mitigasi dan edukasi, harus melibatkan masyarakat dan informasi diberikan secara aktual dan terpercaya bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat memedomani informasi tersebut," kata Pangarso.
Pada Hari Kesadaran Tsunami Sedunia ini, BNPB mengajak semua unsur pentaheliks untuk selalu ingat dan waspada terhadap potensi bahaya tsunami, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir pantai. Pada Jumat (5/11) kemarin di kawasan Pantai Mbah Drajid yang terletak di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur BNPB bersama dengan komunitas pengurangan risiko bencana yang berasal dari FPRB Provinsi Jatim, LPBI NU Provinsi Jatim, LPBI NU Lumajang, Rumah Zakat, Human Initiative, DNA Foundation, Komunitas Land Cruiser Indonesia, Pemuda Muhammadiyah, Setia Hati, Pemuda Pancasila, unsur TNI-POLRI, pemerintah desa dan masyarakat umum menaman pohon mangrove.
Selain melakukan penanam pohon mangrove, peringatan Hari Kesadaran Tsunami Sedunia ini juga diisi dengan sesi edukasi terkait tsunami. Lilik menuturkan, kesiapsiagaan harus dimulai dari tingkat individu dan komunitas. Dengan semakin banyaknya komunitas yang sadar akan arti penting kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami, kapasitas kolektif masyarakat diharapkan juga semakin meningkat.