REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, penetapan tarif pemeriksaan screening virus corona (Covid-19) menggunakan metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) di Indonesia sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR. Nadia membantah adanya tuduhan sejumlah pihak soal dinamika penetapan tarif yang menguntungkan sejumlah pihak.
"(Tidak menguntungkan sejumlah pihak), Kami menjalankan untuk kepentingan masyarakat. (Penetapan tarif) juga sesuai surat edaran harga pemeriksaan tertinggi baik swasta dan pemerintah sama," tegas Nadia kepada Republika, Jumat (5/11).
Nadia mengatakan, pemerintah mengevaluasi harga pemeriksaan Covid-19 metode PCR dari waktu ke waktu untuk memastikan masyarakat bisa mendapatkan pemeriksaan sesuai harga yang seharusnya dibayar. Nadia menambahkan, penyesuaian harga pemeriksaan PCR itu dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada.
"Termasuk soal harga pasar, supply, dan jenis yang sampai saat ini untuk reagen sendiri mencapai 200 merek dengan variasi harga," katanya.
Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir. Ia mengatakan, penetapan tarif berdasarkan evaluasi yang dilakukan melalui perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari komponen – komponen jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Ihwal penurunan harga tes PCR yang turun jauh dari awal pandemi, menurut Kadir disebabkan dinamika pandemi Covid-19 di global dan nasional. Ia menyebut, rata-rata menurunnya kasus Covid-19 global menyebabkan kondisi over supply alias kelebihan pasokan komponen PCR di pasaran global.
"Ada mafia-mafia seperti itu tidak benar, jadi jangan tendensius ya. Sekarang sudah zamannya terbuka, pada awal 2021 dulu boleh cek harga reagen bisa dicari pasarannya. Jadi memang tinggi 2020, dan 2021 sudah mulai produksi ya turun harganya ya," kata dia.
Dia memastikan harga baru ini berdasarkan jasa layanan, reagen, barang habis pakai, serta komponen administrasi. Bahkan, sambungnya, BPKP juga melakukan audit secara transparan.
"Bahwa sekarang ini penurunan harga alat termasuk bahan habis pakai tentunya hasmat. Sehingga menyebabkan harga dari 495 ribu menjadi 275 ribu," tegasnya lagi.
Baca juga : Adaro Bantah Ambil Keuntungan pada Pengadaan PCR
Pernyataan Kadir pun diamini Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam, Iwan Taufiq. Ia mengatakan, berdasarkan audit harga pasar serta e-catalogue terdapat potensi harga yang lebih rendah.
"Penurunan harga cover all seperti alat pelindung diri, harga reagen PCR dan RNA-nya, serta penurunan biaya overhead. Hasil tersebut sudah kami sampaikan ke dirjen pelayanan kesehatan menjadi pertimbangan lebih lanjut," kata Iwan.
Diketahui sebelumnya, pemerintah menyesuaikan harga batas atas tes PCR dari Rp 495 ribu untuk wilayah Jawa dan Bali menjadi Rp 275 ribu. Sedangkan tarif PCR wilayah luar Jawa dan Bali turun dari Rp 525 ribu menjadi Rp 300 ribu.