REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menyorot sistem konvensi calon presiden yang menggunakan mekanisme satu orang-satu suara atau one man-one vote. Menurutnya, hal tersebut juga pernah dikritik oleh Nurcholish Madjid atau Cak Nur.
"Pak Akbar Tanjung tadi mengatakan konvensi Golkar, tetapi sebagai kritik Cak Nur beliau juga mengatakan 'haduh ini gizinya kurang' ketika one man, one vote, one values," ujar Hasto dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Senin (1/11).
Diketahui, Cak Nur merupakan salah satu peserta konvensi capres yang digelar oleh Partai Golkar pada 2003. Namun, ia memilih mengundurkan diri dari karena masalah transparansi dari proses konvensi.
Ia menjelaskan, sistem pemilihan dengan mekanisme one man, one vote, one values menghasilkan politik uang dalam setiap prosesnya. Hal tersebut berusaha dicegah oleh partai berlambang kepala banteng itu.
"Money politic itu karena one man, one vote, one values. Padahal itu sudah digali oleh pendiri bangsa dengan sangat baik, dengan diksi demokrasi, yang kini disebut dengan deliberatif demokrasi, musyawarah mufakat yang berkeadilan sosial," ujar Hasto.
Untuk itu, ia lebih mendorong sistem proporsional tertutup dalam pemilihan umum. Hal tersebut juga menjadi keputusan dari hasil Kongres V PDIP di Bali pada 2019.
"Proporsional terbuka itu juga mampu mengeliminir itu berbagai tokoh-tokoh yang sangat kuat terhadap pemahaman sistem politik, fungsi legislasi, kalah oleh aspek elektoral," ujar Hasto.
Dalam forum yang sama, Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, Akbar Tanjung mengatakan bahwa partainya menerapkan paradigma baru pada pemilihan umum (Pemilu) 2004. Saat itu, pihaknya menjadi yang pertama kali dalam menggelar konvensi capres.
"Golkar dengan paradigma baru memperkenalkan sistem rekrutmen calon presiden melalui konvensi. Rekrutmen calon presiden dengan konvensi itu adalah yang pertama kali dilakukan," ujar Akbar.
Lewat paradigma baru tersebut, Partai Golkar disebutnya berhasil keluar sebagai pemenang Pemilu 2004 dengan perolehan 128 kursi di DPR. Meski sosok pemenang konvensi gagal terpilih sebagai presiden terpilih tahun itu.
"Itulah perkembangan kami, kami secara intensif melakukan berbagai pendekatan dengan membawa paradigma baru," ujar Akbar.