REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh Nugroho, meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mematuhi pembayaran ganti rugi pada warga korban rumah susun milik (Rusunami) Petamburan. Terlebih, penetapan eksekusi dari pengadilan dinilainya sudah inkrah sejak lama.
"Pemprov harus melakukan pembayaran terhadap warga," kata Teguh.
Dia menambahkan, kompensasi yang berlarut sejak 2003 itu sebenarnya menimbulkan kerugian lebih jauh bagi 473 warga terkait, karena nilai uang ganti rugi yang terus menurun oleh inflasi.
Meski pada 2015 Pemprov dinilainya telah menjanjikan ganti rugi dalam APBD 2016 senilai Rp 4,73 miliar, hingga kini disebut Teguh belum juga terbayarkan.
"Ini dipandang oleh Ombudsman Jakarta Raya dapat mencederai kepercayaan publik terhadap integritas Pemprov DKI dalam menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," tuturnya.
Lanjut Teguh, menyoal kasus ini Ombudsman Jakarta akan memanggil Biro hukum dan DPRKP Pemprov DKI untuk mengetahui persoalan keenganan mereka melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Menilik secara kronologis, kata dia, bermula saat warga dari badan komunikasi RW 09, Kelurahan Petamburan, Jakarta Pusat, menggugat Kadis Perumahan Provinsi DKI melalui gugatan class action.
Gugatan itu, lanjut dia, dilayangkan karena 473 warga terkait belum menerima ganti rugi penggusuran yang dilakukan pemprov DKI pada 1997 yang sekarang menjadi rusun petamburan, selain kompensasi unit rusun.
Dia memerinci, seharusnya, berdasarkan putusan Pengadilan Jakarta Pusat No.107/pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Desember 2003 juncto Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta no 377/Pdt/2004/Pt.DKI tanggal 23 Desember 2004 juncto Putusan Mahkamah Agung RI no 2409/KPDT/2005 tanggal 26 Juni 2006 juncto Putusan Mahkamah Agung RI no 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015, dengan amar putusan, menghukum Pemprov DKI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 4,73 Miliar langsung dilakukan Pemprov DKI.
"Putusan yang inkrah sejak 2003 itu sampai sekarang belum didapat warga. Awalnya alasan yang dipergunakan oleh Pemprov DKI karena adanya upaya hukum PK," jelas dia.