Selasa 26 Oct 2021 19:17 WIB

Perintah Buntuti HRS yang Datang dari Dirkrimum Polda

Saksi sebut perintah awal hanya untuk mengawasi dan membuntuti Habib Rizieq.

Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI).
Foto:

Saksi Eis, menerangkan, hanya ada satu senjata tajam yang ia lihat di meja makan warung Megarasa. Yakni, samurai yang bergagang biru. Ketika jaksa mengonfirmasi tujuh senjata tajam yang dijadikan alat bukti, Eis, perempuan yang baru berusia 17 tahun itu, hanya mengaku melihat satu senjata tajam jenis samurai. 

“Iya, saya melihat hanya satu,” ujar Eis. Eis memastikan tak melihat adanya senjata api yang digeledah dari mobil Spin abu-abu yang diletakkan di meja makan. “Tidak ada. Tidak lihat (ada senjata api),” ujar Eis menambahkan.

Adapun Khotib, alias Badeng, si sopir truk derek di persidangan mengakui dirinya, sebelum kejadian dini hari itu, memang sengaja ngetem di Megarasa tempat sehari-harinya menunggu rezeki. “Hari itu, saya memang ada order dari PJR (patroli jalan raya),” ujar Khotib. 

Laki-laki paruh baya itu, mengaku sejak Ahad (6/10) siang, ia mendengar kabar bakal adanya mobil rangkaian vaksin yang melintas dari arah Jakarta menuju ke Bandung, Jawa Barat (Jabar). “Jadi setiap hari saya memang di situ (Megarasa). Kalau ada order (derek) saya yang bawa,” terang Khotib.

Khotib, pun punya cerita yang sama seperti Ratih. Tetapi bedanya, Khotib menambahkan, usai kejadian, ia diminta oleh seseorang yang terlibat dalam situasi di depan Megarasa tersebut, untuk menderek Chevrolet Spin ke arah Jakarta. “Saya diminta bawa ke daerah Semanggi (Jakarta),” terang Khotib. Ia pun tak sendiri membawa mobil pembawa itu. 

Setelah dalam perjalanan, ia baru tahu Chevrolet Spin tersebut akan dibawa ke Polda Metro Jaya. “Saya dikawal satu Grand Max putih di depan,” ujar Khotib.

Kata Khotib, saat ia membawa Spin abu-abu itu dengan dereknya ia melihat kondisi kaca mobil bagian atas posisi setir, sudah pecah, dan bolong. Kondisi ban, juga pecah. Termasuk kaca pinggir sebelah kiri, yang sudah berantakan.  

Tetapi, Khotib mengaku, tak ada melihat ada bercak-bercak kekerasan di dalam mobil. “Di dalam mobil, tidak ada darah, Tidak ada apa-apa. Saya bawa sampai Polda (Metro Jaya),” terang Khotib.

Sidang lanjutan pembunuhan enam anggota Laskar FPI menghadirkan tujuh orang saksi, dan satu saksi langsung di PN Jaksel. Sidang tersebut, mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi, dan alat-alat bukti. Sidang dipimpin oleh ketua hakim Arif Nuryanta, dan beranggotakan Suharno, serta Elfian. Dua terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorello dihadirkan dalam sidang tersebut. Namun, pemeriksaan terhadap keduanya dilakukan terpisah atau bergiliran. 

Pantauan Republika, di lokasi persidangan didominasi pengunjung dari kalangan reserse kriminal yang berpakain sipil. Tim pengacara terdakwa, beranggotakan penuh belasan orang. Tampak pengacara Henry Yosodiningrat menjadi pengacara para terdakwa. Saat rehat sidang, kepada wartawan, Henry mengatakan, kesaksian para saksi yang dihadirkan jaksa, belum mampu membuktikan tuduhan perbuatan para terdakwa, atas tuduhan yang didakwakan. 

“Saya melihat, belum ada satupun kesaksian yang dihadirkan, dapat membuktikan kaitannya dengan perbuatan terdakwa ini,” ujar Henry di PN Jaksel, Selasa (26/10). Justru sebaliknya, kata dia, kesaksian Ratih, Eis, maupun Khotib, menguatkan posisi para korban, sebagai pihak yang menyerang para terdakwa sebagai anggota kepolisian.

Kata Henry dibuktikan dengan barang bukti kendaraan mobil yang dikendarai para terdakwa dalam kondisi rusak akibat serangan dua pertama dari enam anggota Laskar FPI yang tewas itu. “Yang dua itu, memang sudah meninggal dunia sebelum kejadian yang rumah makan ibu saksi tadi (Ratih). Itu terjadi karena sebelumnya, ada tembak-menembak,” ujar Henry. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement