Jumat 22 Oct 2021 01:58 WIB

Keberadaan Densus 88 Masih Sangat Diperlukan

Densus 88 dibutuhkan sebagai upaya memantau gerakan teror.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Polisi bersenjata melakukan penjagaan lokasi penggeledahan rumah terduga teroris oleh Densus 88 Anti Teror di Kelurahan Sumampir, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (2/4/2021). Densus 88 Anti Teror dibantu Polresta Banyumas, melakukan penggeledahan rumah terduga teroris.
Foto: ANTARA/Idhad Zakaria
Polisi bersenjata melakukan penjagaan lokasi penggeledahan rumah terduga teroris oleh Densus 88 Anti Teror di Kelurahan Sumampir, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (2/4/2021). Densus 88 Anti Teror dibantu Polresta Banyumas, melakukan penggeledahan rumah terduga teroris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar, Maman Abdurahman, merespons wacana pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88. Maman menilai keberadaan Densus 88 saat ini masih sangat diperlukan.

"Keberadaan Densus 88 masih sangat diperlukan sebagai upaya untuk melakukan monitoring, pemetaan, pemantauan gerakan-gerakan teror," kata Maman kepada Republika, Kamis (21/10).

Baca Juga

Maman menjelaskan, bentuk atau pola gerakan aksi teroris akan selalu berubah-ubah setiap eranya disesuaikan dengan perkembangan dan situasi politik. Dalam banyak kasus gerakan teroris akan sangat dinamis dan berevolusi dari satu pola ke pola yang lain.

"Sebagai contoh gerakan aksi teroris pada era sekarang banyak yang berkedok agama baik itu yang bergerak secara organik atau pun non-organik. Gerakan itu tentunya banyak menimbulkan konsekuensi berupa pembelahan terhadap sentimentil kelompok kelompok agama, terutama dalam hal ini karena di Indonesia mayoritas Islam. Maka seakan-akan yang dipojokkan adalah umat Islam padahal Islam di Indonesia adalah Islam Rahmatan lil Alamin," jelasnya.

Menurutnya yang perlu dilakukan bersama-sama adalah menjelaskan kepada publik bahwa gerakan teroris yang ada itu berbeda dan tidak bisa dikaitkan dengan Islam. Karena menurutnya gerakan teroris tersebut bertujuan untuk membangun kekacauan dan pembelahan di masyarakat.

"Yang perlu kita sampaikan kepada publik bahwa gerakan aksi terorisme tidak hanya identik dengan agama tetapi semua gerakan-gerakan yang berpotensi menimbulkan kekacauan itu pada intinya adalah gerakan teroris," tutur Wakil Sekretaris Jenderal (Waskjen) Partai Golkar itu.

Ia memandang tidak menutup kemungkinan kedepan narasi dan isu besar gerakan teroris bergeser tidak lagi menggunakan kedok atau simbolisasi agama, melainkan menggunakan simbol-simbol komunitas sekte. Bahkan menurutnya bisa saja bergeser kepada penggunaan simbol simbol lembaga pendidikan.

"Oleh karena itulah dibutuhkan sebuah lembaga yang fokus untuk selalu bisa mendeteksi sejak jauh-jauh hari sebuah gerakan gerakan aksi teror baik yang berupa gerakan nyata maupun senyap seperti Densus 88," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement